Scroll untuk baca artikel
Kolom

Hari Hari Sulit Bersama Sakana

Redaksi
×

Hari Hari Sulit Bersama Sakana

Sebarkan artikel ini

Masih menurut analisis isi yang seadanya saja tersebut, pemberian kepada orang miskin memiliki berbagai tingkatan-tingkatan.  Tingkatan itu  bisa mulai dari hanya sekedar kebutuhan makan hingga kebutuhan yang nilainya setara dengan pemberian seorang anak kepada orang tuanya  atau karib kerabatnya sendiri. 

Dengan kata lain, pemberian yang disetarakan dengan pemberian untuk orang tua atau kerabat berarti pemberian tersebut secara otomatis memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih dari hanya sekedar makanan belaka.  Pemberian yang demikian itu pastilah memiliki kualitas yang tinggi karena mengandung unsur kasih sayang, tanggung jawab serta keikhlasan di dalamnya. 

Di sisi yang lain penyetaraan kepada pemberian kepada orang tua atau kerabat berarti dapat diartikan bahwa pemberian tersebut bersifat dinamis.  Artinya meningkat sesuai keperluannya dan selalu meningkat  bergerak menuju keadaan ideal.   Dan keadaan ideal bagi si miskin adalah keluar dari jerat kemiskinannya.   

Dari relasi kata dalam ayat yang mencantumkan kata miskin  pada redaksi ayatnya, maka dapat pula diinterpretasikan bahwa miskin adalah sebuah kecemasan yang ditakuti manusia.  Oleh sebab itu pemberian kepada si miskin haruslah dapat menghilangkan kecemasan yang bersemayam dalam hatinya.  Dan Kecemasan terbesar yang dirasakan oleh manusia adalah berupa kekhawatiran terhadap keberlangsungan cara penghidupannya sehari-hari. 

Petani misalnya cemas akan rusaknya irigasi yang pastilah akan menggangu hasil panenya.  Seorang pedagang kaki lima Cemas akan datangnya perubahan infrastruktur jalan yang akan berakibat pada keberlangsungan usahanya Dan masih banyak contoh yang lainnya lagi.  Kecemasan dalam pandangan psikologis adalah sebuah ketakutan terhadap terjadinya perubahan-perubahan eksternal di luar diri manusia yang sulit untuk dikontrol oleh dirinya sendiri. 

Pemberian untuk si miskin pada kontek ini dapat berupa jaminan atas keberlanjtan sumber-sumber penghidupan si miskin  itu sendiri.  Pada Konteks yang lebih luas lagi pemberian kepada si miskin dapat pula diwujudkan berupa advokasi kebijakan agar si miskin memiliki jaminan atas keberlanjutan  penghidupannya.

Secara detail menurut beberapa ayat yang ada pemberian kepada si miskin dapat disetarakan dengan beberapa nilai.  Pertama bahwa pemberian itu adalah dapat bernilai sebagai kebajikan. 

Kedua pemberian itu dapat bernilai sebagai aktualisasi dari keimanan.  Ketiga pemberian itu adalah dapat bernilai sebagai cara untuk menebus kesalahan atau ketidaksanggupan seseorang dalam melaksanakan perintah. 

Keempat pemberian itu adalah dapat bernilai sebagai kewajiban dalam menyampaikan hak mereka (si miskin) karena hal tersebut (yang diberikan untuk si miskin)bukan haknya.  Al Quran menegaskan bahwa pada setiap rezeki yang kita peroleh ada hak si miskin yang dititipkan oleh Allah melalui rezeki kita.

Dari berbagai  uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian kepada si miskin tidak selalu harus bersifat kebendaan semata.  Karena situasi miskin tidak hanya terbatas pada sebuah keadaan tidak memiliki sesuatu (pangan, sandang dan papan) tetapi juga menyangkut kemampuan mengakses sumber-sumber penghidupan secara bebas. 

Tak dipungkiri bahwa keadaan miskin itu dapat juga terjadi karena adanya proses pemiskinan atau dimiskinkan oleh struktur yang tidak adil.  Artinya dagnosis tentang si miskin sangat diperlukan agar keadaannya tidak menjadi permanen.  Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa miskin sebagai sebuah keadaan dapat disebabkan oleh kondisi eksternal dari si miskin itu sendiri.