Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Jika Masih Makan Mie Pakai Nasi, Indonesia Hadapi 3 Masalah Gizi Sekaligus

Redaksi
×

Jika Masih Makan Mie Pakai Nasi, Indonesia Hadapi 3 Masalah Gizi Sekaligus

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Apakah Anda masih suka makan mie pakai nasi? Tidak ada tambahan lain keculi telur. Ketahuilah, jika kebiasaan ini masih terus dilakukan, bisa – bisa Indonesia akan menghadapi tiga masalah gizi sekaligus dalam waktu yang cukup lama. 

Berdasarkan Global Nutrition Report 2018, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mengalami tiga permasalahan gizi sekaligus (triple burden) yaitu stunting, obesitas, dan defisiensi mikronutrien.

Meski demikian, Indonesia menunjukkan perbaikan masalah angka gizi. Prevalensi stunting mengalami penurunan, dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 27,7 persen pada 2019 atau sekitar 6, 6 juta anak.

Namun, Indonesia belum bisa bernafas lega. Angka ini masih terbilang tinggi, sebab melebihi ambang batas yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO) yakni tidak boleh lebih dari 20 persen. Bahkan Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara untuk kasus stunting.

Tampaknya pemerintah mengalami kesulitan dalam menuntaskan masalah stunting. Apalagi prevalensi anemia di Indonesia juga tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi anemia pada ibu hamil  mencapai 48,9 persen. Artinya lebih tinggi dari angka global yakni sebesar 38 persen.

Anemia merupakan penyakit kekurangan kadar hemoglobin dalam darah. Meski umum diderita masyarakat Indonesia, khususnya kaum perempuan, anemia tak bisa dianggap remeh. Anemia menyebabkan berbagai masalah kehamilan bahkan stunting pada anak.

Penyebab anemia adalah kekurangan zat gizi mikro yang terdiri dari vitamin dan mineral.  Zat besi menjadi salah satu mineral alami yang membantu pembentukan hemoglobin atau bagian dari sel darah merah.

Permasalahan gizi ini seperti lingkaran setan yang berputar di arah itu – itu saja. Semua saling berkaitan satu sama lain. Defisiensi mikronutrien bisa sebabkan sunting, begitupun sebaliknya.

Dampak jangka panjang stunting adalah obesitas. Sementara obesitas mengakibatkan berbagai penyakit yang berisiko pada kehamilan. Ujung – ujungnya stunting juga.

Jika tak segera diatasi, entah apa yang akan terjadi pada bangsa ini. Sebab permasalahan gizi tersebut berdampak pada kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Seorang anak yang mengalami masalah gizi bisa memiliki imunitas rendah. Selanjutnya berisiko terkena infeksi dan penyakit kronik. Pertumbuhan dan perkembanganya juga menjadi tak optimal. Akibatnya nilai akademiknya rendah dan tak dapat bersaing dalam dunia kerja. Tentunya itu akan berdampak pada penghasilannya di masa depan.

Untuk mengatasi masalah ini sebenarnya simpel. Cukup dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang hidup bersih dan sehat. Makan tak hanya asal kenyang tapi juga perhatikan nutrisinya.

Makan mie instan hanya pakai nasi, rasanya memang nikmat sekali. Tapi keduanya merupakan karbohidrat. Sementara tubuh manusia membutuhkan zat gizi makro dan mikro.  

Setidaknya dalam satu piring terdapat karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Seperti yang dijelaskan Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Dr. Dhian Dipo, M.A.

“Dalam sekali makan, kita bisa memvisualisasikan “Isi Piringku”, dimana dalam satu piring setengahnya mengandung sayur dan buah, sementara setenganya lagi mengandung lauk pauk atau protein,” katanya dalam Seminar “Festival Isi Piringku” Danone Indonesia, Jum’at (26/02/2021).

Dalam penerapan gizi seimbang, Kemenkes juga memiliki “Tumpeng Gizi Seimbang” yang menjelaskan panduan konsumsi sehari –hari. “Tumpeng Gizi Seimbang” terdiri dari empat pilar.

Pilar kesatu, mengonsumsi pangan beraneka ragam. Pilar kedua, membiasakan perilaku hidup sehat. Pilar ketiga, melakukan aktivitas fisik. Dan pilar keempat, mempertahankan dan memantau berat badan minimal satu bulan sekali.