Oleh: Syaiful Rozak*
“Dua hal senantiasa memenuhi hati dengan kekaguman dan hormat yang selalu diperbarui dan bertambah, semakin kita sering bermeditasi tentangnya; langit dengan bintang diatas dan hukum moral didalam.” (Immanuel Kant, Critigue of Pure Reason)
BARISAN.CO – Dikalangan para akademisi, pemikir, mahasiswa filsafat ataupun siapa saja yang tertarik dengan filsafat tentu tidak asing lagi dengan nama Immanuel Kant, filosof besar asal Jerman ini. Nama Kant begitu populer dikalangan para pemikir Barat modern.
Immanuel Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di kota Konisberg di Prusia Timur Jerman. Ketika kecil ia diasuh dengan nilai-nilai kerajinan, kejujuran, dan kesalehan yang ketat.
Kant hidup pada saat pencerahan sedang mekar-mekarnya di Jerman. Sebagai seorang filsuf pencerahan, Kant membangun sistem filsafatnya kritisisme, sebuah aliran filsafat yang memadukan antara rasionalisme dan empirisme. Ide kritisisme inilah yang mengantarkan kebesaran Kant.
Saya merasa eman-eman tanpa berkenalan dengan Kant, paling tidak pemikirannya atau sekedar tahu apa yang di pikirkan filosof besar ini.
Setidaknya Kant begitu kagum dan takjub dengan dua hal: pertama langit berbintang. Kedua hukum moral. Filsafat yang dibangunnya paling tidak membahas masalah dua hal tersebut.
Proyek Filsafat Kant
Kalau kita memusatkan perhatian pada pemikiran Kant pada periode kritis, kita dapat menemukan bahwa proyek pemikirannya ditujukan untuk menjawab tiga pertanyaan dasariah, yakni: 1. Apa yang dapat saya ketahui? 2. Apa yang seharusnya saya lakukan, dan 3. Apa yang bisa saya harapkan?
Pertanyaan pertama dijawab dalam Kritik atas Rasio Murni (Kritik der reinen Vernunft), yang kedua dalam Kritik atas Rasio Praktis (Kritik der praktischen Vernuft), dan yang ketiga dalam Kritik atas Daya Pertimbangan (Kritik der Urteilkraft).
Dalam tiga kritik ini dimaksudkan oleh Kant sebagai pengadilan tentang kesahihan pengetahuan atau pengujian kesahihan. Dalam proses itu klaim-klaim pengetahuan seolah diperiksa sebagai terdakwa.
Kritik Atas Rasio Murni
Kritik pertama ini berkaitan dengan kritik atas rasio murni, dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan “apa yang dapat saya ketahui”. Kant dalam hal ini membedakan pengetahuan analisis, pengetahuan sintesis a posteriori, pengetahuan sintesis a priori.
Pengetahuan pertama, predikat sudah termuat dalam subyek. Pengetahuan kedua, sebagai campuran a priori dan posteriori. Untuk menerangkan itu dibutuhkan satu analisis struktur seluruh proses pengetahuan. Dan itu diberi dalam kritik rasio murni.
Kant menilai baik emperisme maupun rasionalisme keduanya sama-sama benar separuh dan salah separuh. Bagi Immanuel Kant empirisme terlalu menyandarkan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan cerapan indera, sedangkan rasionalisme terlalu jauh mengagungkan akal sebagai sumber pengetahuan.
Filsafat pengetahuan Kant merupakan puncak penyempurnaan atas idealisme/rasionalisme dan sekaligus materialisme/empirisme. Dua aliran filsafat yang masing-masingnya memiliki kebenaran tak terbantahkan, ia padukan dalam sistematika yang sangat canggih, tuntas dan jernih.
Kritik Atas Rasio Praktis
Kritik kedua Kant ialah kritik atas rasio praktis, dimana kritik ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan “apa yang harus saya buat”.
Ini merupakan kritik kelanjutan dari kritik pertama yang merupakan implikasi dari filsafat pengetahuan. Kant dalam kritik ini mencoba menyelidiki persoalan moralitas.
Menurut Lyotard, buku pertama Kritik atas Rasio Murni Kant berefleksi tentang fisika Newton, ia memperlihatkan bahwa akal budi manusia sanggup mengerti alam sebagai keseluruhan fenomena yang tersusun berdasarkan kausalitas (hubungan sebab-akibat) yang ketat.
Dalam buku yang kedua, Kritik atas Rasio Praktis Kant membahas hidup moral manusia. Ia memperlihatkan bahwa manusia mengakui hukum moral sebagai mewajibkan, Karena ia sendiri mahluk bebas. Dengan demikian dua kritik pertama itu bagi Kant menimbulkan masalah bagaimana hubungan antara kausalitas mutlak dalam alam dan kebebasan yang merupakan ciri khas manusia.