Scroll untuk baca artikel
Blog

Manusia Tak Selalu Pintar dalam Mengambil Keputusan

Redaksi
×

Manusia Tak Selalu Pintar dalam Mengambil Keputusan

Sebarkan artikel ini

Sedangkan, sistem 2, yakni sistem yang beroperasi secara lambat dan kehati-hatian lantaran menaruh perhatian besar pada aktivitas mental yang memerlukan usaha, salah satunya perhitungan rumit, sehingga sistem ini sering ditautkan dengan pengalaman subjektif menjadi pelaku, memilih, dan berkonsentrasi.

Oleh karenanya, baik sistem 1 maupun sistem 2 mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya, sistem 1 karena saking cepatnya seringkali malah menghasilkan keputusan yang konyol bahkan mengecoh, sementara sistem 2 karena penuh kehati-hatian membuat tubuh kita terkuras energinya sehingga cepat lelah, bahkan tak jarang juga terkena bias.

Namun demikian, sistem 1 maupun sistem 2 juga dapat dipahami sebagai satu tahapan dalam berpikir. Yakni, sebagaimana Kahneman contohkan dalam bukunya, apabila seseorang semakin ahli dan hafal betul dengan bidang yang tengah digelutinya, maka yang semula ia mengenakan sistem 2 yang lambat dan penuh pertimbangan saat menganalis akan beranjak memakai sistem 1 dalam memutuskan.

Misalnya saja, yang terjadi di dunia investasi. Bagi seorang investor kawakan, Warren Buffet, hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk memahami laporan keuangan, lalu mengambil keputusan.

Artinya, waktu pengambilan keputusan yang singkat itu dikarenakan ia memakai sistem 1. Tentu, hal itu berbeda dari kebiasaan umumnya, terutama investor pemula yang membutuhkan waktu sangat lama dibandingkan itu dalam membuat keputusan.

Namun, bukan berarti waktu yang singkat itu menjadi acuan, karena lazimnya keseringan memakai Sistem 1 yang terlalu cepat, tidak menutup kemungkinan akan terkena bias sehingga membuat seseorang sering lupa karena terlalu percaya diri.

Lima Bahasan Utama

Setelah memahami bahwa dua sistem adalah pondasi untuk menyelami teori-teori dan eksperimen-eksperimen yang telah dilakukan oleh Kahneman.

Maka, berdasarkan bukunya itu ada lima bahasan utama yang menjadi fokusnya, salah satunya dua sistem pikiran di atas, lalu bias dan heuristik, terlalu percaya diri, pilihan, dan dua diri. Akan tetapi, dari kesemua itu, dia menekankan bahwa manusia yang terlalu sering berpikir melalui sistem 1 justru terkadang terjerumus dalam kekeliruan.

Itulah sebabnya, dalam bukunya, Kahneman menunjukkan bahwa bias kognitif sering sekali menjadi momok masalah, sehingga mendorongnya untuk melakukan penelitian mengenai penghindaran kerugian, serta menyoroti beberapa penelitian akademis untuk menunjukkan kalau ternyata orang terlalu percaya pada penilaian manusia, atau menjadi tidak rasional.

Lalu, bahasan lainnya juga tidak kalah menarik dalam menelaah mengapa manusia seringkali mengambil keputusan secara tidak rasional, di antaranya: Pertama, anchoring (penjangkaran, tautan/kaitan). Di mana dalam studinya, Kahneman membuktikan bahwa manusia terpengaruh dengan apa yang diketahuinya.

Kedua, teori penghindaran kerugian, yang menyimpulkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih menghindari rugi $5 dibanding mencari untung $5.

Ketiga, teori prospek, yang menunjukkan bahwa mayoritas orang lebih memilih model potensi keuntungan 0%-11% (tidak pasti sampai mendekati pasti), daripada peluang keuntungan 50%-61%; atau 89%-100% (mendekati pasti sampai pasti untung).

Keempat, bias biaya hangus (sunk cost fallacy), yang memperlihatkan bahwa kebanyakan orang cenderung membuang posisi investasi mereka yang sedang jelek (rugi) ketimbang memilih investasi berkala rutin meski perolehannya positif.

Uniknya, dari hal-hal di atas, Kahneman berhasil mengurai benang kusut, mengapa seseorang yang pada awal investasi mengalami kerugian, kemudian akan melihat investasi itu sebagai hal yang merugikan.