Scroll untuk baca artikel
Opini

Manusia Tak Selalu Pintar dalam Mengambil Keputusan

Redaksi
×

Manusia Tak Selalu Pintar dalam Mengambil Keputusan

Sebarkan artikel ini
Oleh: Diautoriq Husain*

Barisan.co – “Di dunia ini, mereka yang bodoh terlalu percaya diri, sementara mereka yang pandai penuh keraguan”, seloroh George Bernard Shaw (1950). Kritikus berkebangsaan Irlandia itu hendak menyiratkan bahwa dalam pengambilan keputusan mestinya dipertimbangkan secara matang agar tidak salah.

Itulah mengapa, terlalu percaya diri saat memutuskan malah tak jarang menjerumuskan kita pada keputusan yang keliru.

Mungkin, itu hal yang lumrah dialami setiap orang. Pasalnya, tak ada hari tanpa berjibaku dengan masalah. Bahkan, umumnya, dalam sehari, kita dituntut untuk memutuskan 35.000 keputusan, dikutip dari psychology today.

Artinya, kalau dijabarkan dengan asumsi bahwa  waktu istirahat untuk tidur selama tujuh jam per hari, maka rata-rata kita akan membuat 2.000 pilihan per jam atau satu keputusan tiap dua detik.

Tentu saja, sebagian besar keputusan tersebut adalah pilihan yang remeh, seperti sekedar membuka handphone atau memilih berita di internet. Sedangkan sisanya adalah pilihan yang dinilai penting.

Namun, yang lebih penting dari pengambilan keputusan ini ialah dibalik setiap keputusan selalu ada konsekuensi yang berdampak bagi kehidupan kita.

Sebab itu, soal memutuskan tidaklah semudah membalikan telapak tangan, lantaran dituntut nalar yang rasional untuk mendasari pengambilan keputusan.

Sayangnya, tak sedikit yang malah menyepelekan soalan ini. Padahal, mula-mula yang mesti dilakukan untuk menyelesaikannya adalah dengan memahami soalan tersebut, lalu mengidentifikasinya untuk memitigasi kesalahan dalam mengambil keputusan. Malah yang terjadi, hal itu sering diabaikan dengan memutuskan secara instan.

Maka dari itu, berangkat dari hal tersebut, kemunculan sosok Daniel Kahneman dengan magnum opus-nya “Thinking, Fast and Slow“ pada tahun 2011, bak oase di tengah gersangnya pemikiran manusia akan persoalan pengambilan keputusan saat kondisi tidak pasti.

Buku itu mampu mengulik lebih jauh mengenai cara pikir manusia tentang berpikir, khususnya dalam pengambilan keputusan.

Bahkan, Kahneman yang sejatinya adalah seorang psikolog, malah berhasil menyabet penghargaan Nobel (2002) di bidang ekonomi pada tahun 2002. Sebab, ia berhasil memberi sumbangsih besar dalam mengembangkan topik Ekonomi Perilaku melalui teori yang berhasil ia temukan, Teori Prospek (Prospect Theory).

Teori tersebut mampu menjelaskan bagaimana seseorang mengambil keputusan dalam kondisi tidak pasti. Lebih spesifik, dalam konteks proses pengambilan keputusan individual yang berlainan dengan pembentukan harga yang biasa terjadi di ilmu ekonomi.

Karena itu, Kahneman memang pantas dianugerahi Nobel lantaran teorinya itu telah memecahkan teori ekonomi tentang lengkungan-rasional pengambil keputusan, atau biasa dikenal sebagai Homo Economicus.

Namun, yang membelalakan mata saya tatkala membaca buku Kahneman itu adalah kecerdikannya menyajikan soalan cara berpikir manusia dengan penjelasan yang cukup ringan untuk dibaca orang awam seperti saya, yang tidak berasal dari kalangan peneliti serta praktisi bidang ekonomi maupun psikologi.

Padahal, buku tersebut mengulas secara dalam tentang berbagai bentuk eksperimen psikologi yang pernah dilakukannya selama berkarir sebagai peneliti.

Sistem Berpikir

Sistem berpikir manusia yang oleh Kahneman dipetakan menjadi dua sistem, yakni sistem 1 dan sistem 2, mangutip dari dua psikolog, Keith Stanovich dan Richard West, menjadi bahasan pembuka dalam bukunya. Dua sistem tersebut juga memiliki nama lain, sistem akal budi yang dimaksudkan sebagai berikut:

Sistem 1, yakni sistem yang beroperasi secara cepat dan otomatis, sehingga dalam melakukannya seakan sedikit atau bahkan tanpa usaha dan terasa tidak sengaja dikendalikan.