Scroll untuk baca artikel
Fokus

Media Sosial Rawan Perselingkuhan

Redaksi
×

Media Sosial Rawan Perselingkuhan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COKetergantungan manusia pada media sosial saat ini memang sulit untuk dihindari. Hal ini dapat dilihat dari  hasil riset  We are Social Hootsuite, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai angka 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Jumlah tersebut naik 20% dari survei yang dilakukan sebelumnya. Sementara pengguna media sosial melalui gawai mencapai angka 130 juta atau sekitar 48% dari populasi.

Banyak hal terjadi di media social, dari pertemanan sampai perselingkuhan. Dengan modal internet, gawai yang memadai, siapapun dapat berkenalan dengan orang di beda dunia.

Awalnya hanya kenalan, lama-lama perasaan suka muncul. Begitulah yang disampaikan oleh Roni pada tim Barisanco.

“Saya awalnya cari teman aja. Entah kenapa kok mulai ada rasa suka gitu ke dia. Udah gitu dia juga ternyata punya perasaan yang sama. Padahal waktu itu, saya sudah punya pasangan. Tapi ya namanya perasaan kan ga bisa diatur begitu saja,” tutur Roni yang sebelumnya pernah berselingkuh.

Ada berbagai alasan yang menyebabkan perselingkuhan tidak dapat dihindari. Mengutip dari Psychology Today terdapat 5 alasan seseorang berselingkuh. Hasil survei yang dilakukan Julia Omarzu, psikolog dari Loras College, bersama tim penelitinya yaitu kurangnya kepuasan seksual dalam pernikahan serta hasrat untuk berhubungan seksual bertambah; kurangnya kepuasan emosional dalam pernikahan; hasrat untuk mendapatkan rasa penghargaan dari orang lain; tidak lagi cinta dengan pasangannya dan menemukan cinta yang baru; dan juga balas dendam.

Kepada Barisanco, seorang perempuan yang menolak menyebutkan namanya mengatakan jika mantan suaminya berselingkuh dengan alasan seksual.

“Saya tidak bisa selalu memberikan kepuasan dalam urusan ranjang karena sudah lelah bekerja seharian dan mengurus anak-anak. Saat suami saya mengajak saya berhubungan intim, saya menolak. Kemudian, saya mengetahui ia berselingkuh di belakang saya,” ujar perempuan yang tinggal di Jakarta tersebut.

Pilihan Menjadi Selingkuhan Tidak Selalu Dapat Disalahkan

Sering kita mendengar istilah pelakor cenderung mendapatkan stigma negatif. Kebutuhan, hasrat, dan berbagai alasan lainnya menjadi peyebab orang memilih hidup sebagai selingkuhan. Namun benarkah sepenuhnya itu ada kesalahan perempuan yang menjadi selingkuhan?

“Saya menjadi selingkuhan seseorang yang telah beristri. Kenalnya itu dari medsos. Saya sadar kalau ini keputusan yang buruk. Namun saya tidak salah sepenuhnya. Karena perselingkuhan itu terjadi karena dua pihak. Kalau kedua pihak yaitu suami istri adem ayem. Tenteram dan rukun, tidak mungkin ada kesempatan bagi saya untuk hadir di tengah kehidupan mereka,” ucap perempuan yang tinggal di salah satu apartemen di Jakarta.

Memang benar adanya, jika ingin dirunut ke belakang perselingkuhan bisa saja disebabkan oleh istri. Namun juga bisa saja terjadi karena sifat suami yang memang tak bisa menahan diri. Sehingga masuknya pihak ketiga dalam rumah tangga tidak dapat dihindarkan apalagi melempar kesalahan kepada orang tersebut.

“Ibaratnya begini, kalau memang istrinya dapat memberikan kebahagian lahir dan batin, laki-laki takkan mencari perempuan lain. Jika memang segalanya sudah diberikan oleh istri tersebut, ya itu salahnya laki-laki. Bukan saya sebagai pihak ketiga. Saya bukan merebut. Hanya memberikan kebahagian yang tidak bisa diberikan oleh istrinya tersebut. Jika pada akhirnya mereka berpisah, itu pun bukan kesalahan saya,” tambah perempuan tersebut.

Perempuan Bisa Menjadi Peselingkuh

Tidak jarang, kita menghakimi kaum adam yang sering selingkuh. Kenyataannya, melansir dari Kumparan, berdasarkan survei dari situs tentang percintaan serta perselingkuhan, Truth of Deception, menunjukkan bahwa ada sekitar 33 ribu perempuan yang pernah beberapa kali berselingkuh dan 56 ribu perempuan pernah menjalani perselingkuhan emosional. Sementara itu, didalam buku ‘State of Affairs: Rethinking Infidelity‘ (2017) yang ditulis oleh psychoanalyst asal Belgia, Esther Perel, disebutkan bahwa persentase perempuan yang sudah menikah dan berselingkuh telah meningkat sejak 1990 hingga 40 persen.