Scroll untuk baca artikel
Opini

Membangun Kesadaran “Indonesian Lives Matter” & Dampak Ekonominya

Redaksi
×

Membangun Kesadaran “Indonesian Lives Matter” & Dampak Ekonominya

Sebarkan artikel ini
Oleh: Farouk Abdullah Alwyni*

Barisan.co – Baru-baru ini masyarakat dikejutkan oleh tewasnya 6 laskar FPI di tangan aparat kepolisian. Pihak kepolisian tentunya mempunyai dalih tersendiri bahwa ada perlawanan dari laskar FPI tersebut yang membuat mereka perlu membela diri dan akhirnya dalam kerangka penegakan hukum perlu membunuh laskar tersebut.

Tentunya versi polisi ini dipertanyakan oleh divisi hukum FPI yang membantah keterangan polisi dan menyatakan bahwa mereka adalah korban penyiksaan dan pembunuhan polisi secara sewenang-wenang karena laskar FPI adalah relawan tidak bersenjata.

Indonesia Police Watch (IPW) juga menganggap ada kejanggalaan dalam penembakan 4 laskar FPI (14/12). Menurut IPW Polri harus mau menyadari bahwa terjadi pelanggaran dalam kasus kematian anggota FPI. Pelanggaran tersebut, menurut IPW lagi, membuat personnel kepolisian melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Lepas dari pro-kon yang ada, faktanya jelas, ada 6 Warga Negara Indonesia tewas ditangan aparat kepolisian, yang bahkan dinyatakan oleh para saksi yang memandikan jenazah mereka banyak bekas-bekas penyiksaan ditubuh para korban tersebut.

Pembuhunan 6 warga yang dianggap bukan kriminal, bukan koruptor, dan bukan teroris oleh aparat kepolisian yang berpakaian bebas (dan dikejar dengan bukan menggunakan mobil resmi kepolisian) tentunya layak untuk dikritisi lebih jauh.

Permintaan untuk dibentuknya tim pencari fakta independen telah didengungkan segenap komponen masyarakat, mulai dari beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan banyak organisasi masyarakat lainnya. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) juga telah mulai melakukan kerjanya untuk menginvestigasi persoalan tersebut, dan bahkan telah memanggil Kapolda Metro Jaya pada hari Senin, 14 Desember 2020.

Kita semua mengharapkan KOMNAS HAM dapat menjalankan pekerjaannya secara professional dan penuh integritas. Karena kekerasan yang menimbulkan dalam bentuk yang berbeda juga pernah dilakukan oknum aparat kepolisian pada tanggal 21-23 Mei 2019, menyusul demo di depan KPU, di mana pihak kepolisian dianggap telah melakukan excessive force.

Amnesti Internasional Indonesia pada waktu itu membuat pernyataan bahwa Korps Brimob (Brigade Mobil) Polri telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius terhadap warga tak berdaya saat melakukan penyisiran di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, usai kerusuhan 22 Mei. Sejauh ini kita tidak pernah mendengar sejauh mana para oknum polisi yang melakukan excessive force tersebut telah diadili dan diberikan hukuman yang setimpal.

Dalam konteks di atas, tentunya kita bisa kembali melihat ke belakang terkait apa yang terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu, ketika warga kulit hitam yang bernama George Floyd terbunuh oleh aparat kepolisian di Minneapolis.

Kematian ini sontak memicu demonstrasi besar di berbagai kota di Amerika Serikat dalam waktu yang cukup lama dengan menampilkan slogan Black Lives Matter (BLM). Gerakan BLM ini bahkan menyebar kebanyak negara-negara lainnya di Eropa, Australia, bahkan Korea Selatan dan Jepang.

Gerakan ini merupakan gerakan universal kemanusiaan melawan kesewenang-kewenangan yang ditunjukkan oleh oknum kepolisian tersebut. Pada kenyataannya banyak juga akhirnya aparat kepolisian di Amerika Serikat yang menunjukkan simpati terhadap kematian George Floyd tersebut, dan ikut membungkuk sebagai satu tanda solidaritas terhadap sang korban dalam berbagai kesempatan ketika mengawal demonstrasi masa.

Lebih dari itu kematian George Floyd juga membangun kesadaran baru di banyak negara maju khususnya di kalangan muda untuk membedakan diri mereka dengan sebagian generasi sebelumnya terkait persoalan perbudakan dan penjajahan. Banyak patung-patung yang merupakan simbolisasi dari perbudakan, perdagangan budak, dan penjajahan yang dirusak dan paling tidak divandalisasi oleh para demonstran (bahkan patung Columbus pun dihilangkan kepalanya karena dianggap membawa penderitaan terhadap penduduk asli/Native Americans).