
Dengan demikian, terdapat beberapa skema pembelian SBN di pasar perdana selama tahun 2020 dan 2021. Begitu pula dengan beban bunganya, yang bahkan ada yang ditanggung oleh BI atau tidak berbunga dilihat dari sisi Pemerintah. Sebagiannya masih berlanjut pada tahun 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku kinerja APBN sangat terbantu oleh kebijakan berbagi beban itu. Dikatakan pembayaran bunga utang bisa ditekan hingga kisaran 2,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang tanpa itu bisa mencapai kisaran 2,4%.
Sebaliknya dari sisi BI, pendapatan bunganya tidak sebesar andai tak ada skema berbagi beban. Namun, secara keseluruhan, BI tetap memperoleh pendapatan bunga dari kepemilikannya atas SBN. Laporan keuangan BI tahun 2020 tetap mencatat surplus sebesar Rp26,73 triliun.
Pada tahun 2021 pun diprakirakan masih akan surplus, dengan nilai yang lebih sedikit. Kemungkinan defisit akan dialami pada tahun 2022 hingga tahun-tahun berikutnya. Apalagi jika rekomendasi IMF tidak diindahkan dan kebijakan berlanjut pada tahun 2023.
Soalan defisit BI sejauh ini tidak terlampau mengkhawatirkan, antara lain karena nilainya masih cukup terkendali. BI juga mengatakan partisipasinya berupa kontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan akan sesuai kemampuannya. Maksimum Rp58 triliun pada tahun 2021 dan Rp40 triliun pada tahun 2022.
Bagaimanapun, kepemilikan BI atas SBN meningkat pesat. Selain melalui pasar perdana, BI masih aktif dalam jual beli di pasar sekunder. Khusus SBN domestik diperdagangkan, kepemilikan BI telah mencapai Rp1.220,73 triliun atau 26,09% dari totalnya per 31 Desember 2021. Posisinya hanya Rp262,49 triliun atau 9,93 % per 31 Desember 2019.
Pada tahun 2020, penyerapan SBN domestik secara neto oleh BI mencapai Rp601,67 triliun atau 54%. Sebesar Rp345,85 triliun atau 42,79% pada tahun 2021. Jika kondisi pasar cukup baik, diprakirakan BI masih harus menambah kepemilikannya sekitar Rp300 triliun.
Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI) 2021 yang dirilis pada 26 Januari 2022 tidak cukup banyak menjelaskan soalan kebijakan membantu pembiayaan APBN. Dalam dokumen setebal 180 halaman itu hanya diinformasikan tentang nilainya dan dua paragraf penjelasan. Padahal, banyak hal lain dijelaskan secara cukup rinci, seperti: pelaksanaan tugas-tugas, capaian kinerja, dan arah kebijakan tahun 2022.
Bank Indonesia dalam LTBI 2021 seolah menyikapinya sebagai kebijakan filantropis. Antara lain dinyatakan, “…Bank Indonesia terpanggil untuk berpartisipasi dalam langkah-langkah bersama untuk penanganan kesehatan dan penyelamatan kemanusiaan akibat virus Covid-19 varian Delta, sebagai tugas negara, kemanusiaan, kesehatan, dan keamanan rakyat. Partisipasi dilakukan dengan memperkuat peran Bank Indonesia untuk pendanaan APBN 2021 dan 2022 melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) …”