Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Ekonopedia

Mengenal Produk Domestik Bruto [Bagian Delapan]

:: Redaksi
1 Agustus 2020
dalam Ekonopedia
Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto/Foto: barisan.co [Bondan PS]

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Barisan.co – Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berbagai angka turunannya dapat diperbandingkan dengan negara-negara lain. Bank Dunia secara rutin melakukan hal tersebut, dengan memakai satuan dolar Amerika.

Sebagai contoh, PDB pada tahun 2019 yang menurut Badan Pusat Statistik sebesar Rp15.833,94 triliun, dinyatakan Bank Dunia sebagai US$1.119,19 miliar. Merupakan peringkat ke-16 dari seluruh negara di dunia, dan peringkat pertama di ASEAN.

Perbandingan PDB atau Gross Domestic Product (GDP) per kapita, setelah memperhitungkan jumlah penduduk, biasanya lebih menarik dan “fair”. Dalam perhitungan ini Indonesia sebesar US$4.136 pada tahun 2019, dan hanya berada di peringkat 118 dunia. Hanya peringkat lima dari 10 negara ASEAN. Bahkan, masih di bawah rata-rata dunia yang sebesar US$11.436.


GDP Per Capita (Current US$)
Chart by Visualizer

(Sumber Data: Bank Dunia)

BACAJUGA

Oxfam Kritik G20, Begini Tanggapan Awalil Rizky

Ekonom Senior: Periode Kedua Jokowi, Orang Miskin Masih Banyak

20 Mei 2023
Awalil Rizky Sebut Anies Baswedan Memiliki Kecerdasan yang Komplet

Awalil Rizky Sebut Anies Baswedan Memiliki Kecerdasan yang Komplet

19 Mei 2023

Bank Dunia juga menyajikan perhitungan GDP negara-negara berdasar apa yang disebut dengan purchasing power parity (PPP). Hal itu untuk menyesuaikan nilai GDP nominal tadi dengan paritas daya beli. Satu dolar dimaksud dalam data PPP disetarakan dengan daya beli satu dolar di Amerika Serikat. Tentu berdasar metodologi dan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam hal ini.

GDP Indonesia berdasar PPP melonjak signifikan dibanding secara nominal menjadi sekitar tiga kali lipatnya. Urutannya pun naik ke peringkat 7, seperti yang sempat dibanggakan Presiden Jokowi. PDB PPP per kapita dengan sendirinya juga lebih tinggi, mencapai US$12.302 pada 2019. Namun, masih berada pada peringkat 90-an. Nilainya pun masih di bawah rata-rata negara di dunia, yang sebesar US$17.680.

Hal serupa terjadi pada China yang menempati urutan ke-2 dalam GDP nominal, dan bahkan urutan pertama dalam GDP PPP. Bisa dikatakan, biaya hidup di Indonesia dan China terbilang rendah secara perbandingan internasional, sehingga nilai GDP berdasar paritas daya beli (PPP) tercatat lebih tinggi. Dan jika memperhitungkan jumlah penduduk, maka peringkat China pun langsung merosot. Bagaimanapun, GDP PPP per kapita China telah jauh melampaui Indonesia dan makin mendekati rata-rata dunia.


GDP Per Capita, PPP (Current International $)
Chart by Visualizer

(Sumber Data: Bank Dunia)


Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan bagian dua, PDB memakai konsep wilayah, sehingga termasuk data produksi oleh nonpenduduk (asing) di Indonesia, serta tidak termasuk produksi penduduk Indonesia di luar negeri. Konsep yang mengeluarkan faktor luar negeri neto disebut sebagai Produk Nasional Bruto (PNB), yang kini oleh Bank Dunia disebut Gross National Income (GNI). Sederhananya, yang ingin disajika adalah produksi atau pendapatan warga negara yang bersangkutan.

Serupa dengan GDP, ada GNI nominal, GNI per kapita, serta GNI berdasar paritas daya beli (PPP). Untuk kasus Indonesia, GNI nya sedikit lebih rendah dari GDP, karena faktor neto luar negeri bernilai minus. Pendapatan atau produksi asing di Indonesia melebihi produksi penduduk Indonesia di luar negeri.

Selain penyesuaian atas paritas daya beli, Bank Dunia selama beberapa tahun terakhir mengenalkan metode atlas (atlas method) atas data GNI. GNI metode atlas menerapkan faktor konversi kurs yang memperhitungkan perbedaan tingkat inflasi antar negara selama beberapa tahun pengamatan. Intinya, bukan memakai kurs resmi ataupun yang “disesuaikan” seperti data GDP terdahulu.

GNI Indonesia berdasar metode atlas pada tahun 2019 sebesar US$1.097 miliar, atau sedikit lebih tinggi dibanding GNI nominal yang sebesar US$1.086 miliar. GNI Indonesia per kapita berdasar metode atlas mencapai US$4.050.

Atas dasar data itu Indonesia naik peringkat menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country). Klasifikasi terbaru Bank Dunia untuk kelompok itu adalah memiliki GNI per kapita metode atlas antara US$4.046 dan US$12.535.

Bagaimanapun, GNI per kapita metode atlas Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia yang sebesar US$11.570. Peringkatnya pun masih di bawah puluhan negara lain.


GNI Per Capita, Atlas Method (Current US$)
Chart by Visualizer

(Sumber Data: Bank Dunia)


Seri tulisan PDB lainnya:
Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima
Bagian Enam
Bagian Tujuh

Kontributor: Awalil Rizky

Editor: Ananta Damarjati

Topik: Amerika dan ChinaASEANAwalil RizkyBank DuniaEkonopediaGross Domestic ProductProduk Domestik Bruto
Redaksi

Redaksi

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Tiga)
Ekonopedia

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Empat)

4 Januari 2023
Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Tiga)
Ekonopedia

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Tiga)

2 Januari 2023
Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Satu)
Ekonopedia

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Dua)

15 Mei 2022
Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Satu)
Ekonopedia

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Satu)

5 Mei 2022
Memahami Angka Pengangguran (Bagian Satu)
Ekonopedia

Memahami Angka Pengangguran (Bagian Delapan)

30 April 2022
Memahami Angka Pengangguran (Bagian Satu)
Ekonopedia

Memahami Angka Pengangguran (Bagian Tujuh)

21 April 2022
Lainnya
Selanjutnya
Youtubers

Viral, YouTubers Bikin Video Prank Berbagi Daging Isi Sampah

Rut Sri Wahyuningsih

Transparansi BPJS? Bicara Untung Rugi Jika untuk Rakyat

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

tidak kenal pancasila
Terkini

Budhy Munawar Rachman: Generasi Milenial dan Gen Z Tidak Kenal Baik Pancasila

:: Redaksi Barisan.co
4 Juni 2023

Tidak kenal pancasila

Selengkapnya
Memanggil Pulang

Memanggil Pulang yang Bernama Kesejahteraan – Cerpen Langit Biru Asmaradhana

4 Juni 2023
lembaran cinta

Lembaran Cinta

4 Juni 2023
pendengar

Pendengar Pertama

4 Juni 2023
Tazkiyatun Nafs

Tazkiyatun Nafs Menurut Al-Quran, Berikut Pandangan Ustadz Adi Hidayat

4 Juni 2023
LRT Bali

Menghitung Untung Rugi Bikin LRT di Pulau Bali

3 Juni 2023
harga daging ayam

Pedagang Menjerit Harga Daging Ayam Rp49.000/Kg, Zulhas Bilang Masih Wajar

3 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?
Opini

Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?

:: Yayat R Cipasang
3 Juni 2023

AJANG balapan mobil listrik Formula E kembali digelar di Jakarta. Namun sayangnya ajang internasional yang diprediksi bakal menggeser Formula 1...

Selengkapnya
Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

3 Juni 2023
Hutan atau Emas?

Hutan atau Emas?

3 Juni 2023
Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan

Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan

2 Juni 2023
korupsi dan ideologi

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang