BARISAN.CO – Semua biaya utang diperlakukan oleh APBN sebagai pembayaran bunga utang. Pemerintah cukup menyadari bahwa hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan utangnya.
Akan tetapi nominal pembayaran bunga tetap cenderung meningkat. Sebab utamanya adalah posisi utang yang memang meningkat cukup pesat.
Untuk mengukur apakah terjadi peningkatan biaya tidak cukup hanya dengan melihat nominal pembayaran bunga utang. Perlu dicermati persentasenya atas posisi utang. Secara sederhana, persentase atau rasio tersebut mencerminkan “tingkat bunga riil” yang telah dibayar.
Posisi utang selama setahun mengalami perkembangan, karena ada pembayaran pokok utang lama dan penarikan utang baru. Sehingga tidak cukup mencerminkan tingkat bunga riil tadi jika pembayaran bunga setahun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir tahun.
Rasio yang lebih mencerminkan adalah membandingkannya dengan posisi utang rata-rata selama setahun. Bisa dengan menghitung rerata dari posisi tiap akhir bulan, atau sebanyak 12 posisi utang.
Cara yang lebih sederhana adalah menghitung rerata dari posisi awal tahun yang sama dengan akhir tahun sebelumnya dengan posisi akhir tahun.
Sebagai contoh, posisi utang rata-rata pada tahun 2019 adalah sebesar Rp4.626,35 triliun. Dari posisi akhir tahun 2018 sebesar Rp4.466,2 triliun dan akhir tahun 2019 sebesar Rp4.786,5 triliun. Sedangkan posisi utang rata-rata pada tahun 2020 adalah sebesar Rp5430,5 triliun, karena posisi akhir tahunnya sebesar Rp6.074,5 triliun.
Pembayaran bunga selama setahun dibandingkan dengan posisi rata-rata utang, yang dihitung dari cara di atas, cukup mencerminkan perkembangan tingkat bunga utang riil selama ini. Rasionya cenderung menurun pada periode tahun 2007-2013. Meningkat pada periode tahun 2014-2018. Sedikit menurun pada tahun 2019 dan 2020. Rasionya sebesar 5,78% pada tahun 2020.
Grafik pembayaran bunga utang, 2003-2020
Sumber data: Kementerian Keuangan dan BPS, diolah.
Penurunan rasio tersebut antara lain terbantu oleh kepemilikan Bank Indonesia yang meningkat sangat pesat. Sebagiannya hanya berbunga rendah, karena memang dimaksudkan untuk meringankan beban Pemerintah. Bagaimanapun, dilihat secara rerata sebesar 5,78% itu untuk utang negara terbilang masih cukup tinggi.
Perkembangan beban pembayaran bunga utang Pemerintah dapat pula dicermati dari rasionya atas pendapatan negara dan atas PDB. Sebagai gambaran berapa bagian dari pendapatan yang harus dibayarkan untuk itu. Tentu diandaikan sebelum memakai penarikan utang baru.
Rasio pembayaran bunga selama setahun 2020 dibandingkan Pendapatan Negara telah mencapai 19,23%. Meningkat signifikan dari rasio pada tahun 2019 yang hanya sebesar 14,05%. Akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa kecenderungan peningkatan memang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir.
Pembayaran bunga utang selama setahun yang dikaitkan dengan nilai PDB nominal pada tahun bersangkutan juga merupakan salah satu indikator utang. Biasanya diupayakan terjaga dalam rangka meminimalkan risiko utang.
Bahkan, Pemerintah telah menetapkan batas aman rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB sebesar 1,9%. Tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No.17/KMK.08/2020 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah Tahun 2020-2024, tertanggal 24 Januari 2020.
Batasan itu masih tampak belum pernah terlampaui sebelum pandemi, bahkan sebelum adanya KMK dimaksud. Akan tetapi, rasionya memang tercatat meningkat secara perlahan, dan mencapai 17,4% pada tahun 2019. Pada tahun 2020, dampak pandemi membuatnya melonjak menjadi sekitar 2%.