“Jadi kalau berbeda letak penambangannya, entah di sungai Krasak, Bebeng, Blongkeng, Lamat, atau lain-lain maka berbeda pula kadar lumpurnya. Padahal sama-sama di daerah Muntilan, dan sama-sama berasal material gunung Merapi, tapi kadar lumpurnya tidak konsisten satu dengan yang lain.” Kata Somohadi.
Soal kualitas dan kandungan lumpur yang kelampau variatif diperkuat oleh pendapat akademisi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dr. Bambang Endroyo. “Yang ditambang dari lereng timur kualitasnya kurang baik. Yang baik dari kali Putih dan kali Krasak.” Katanya kepada Barisanco.
Lebih lanjut, Dr. Bambang Endroyo menyebut bahwa berdasarkan tempat pengambilan, pasir muntilan bagian selatan lebih baik dari pasir muntilan bagian tengah, dan pasir muntilan bagian tengah lebih baik dari pasir muntilan bagian utara. Pasir dari kali Lamat (Muntilan Utara) kadar zat organisnya perlu diwaspadai.
Popularitas Pasir Muntilan
Tidak bisa dimungkiri, pasir muntilan memiliki tempat dalam kesadaran masyarakat, terutama Jawa Tengah dan Yogyakarta. “Pasir ini dipakai hampir di (seluruh) Jawa Tengah dan Yogyakarta, karena kualitas pasir lokal di daerah masih di bawah pasir muntilan … Bahkan pasir muntilan juga masih dipakai untuk konstruksi gedung bertingkat lima,” Kata Bambang Endroyo.
Faktor geografis distrik Muntilan, kota Magelang, yang berada di titik sentral Jawa Tengah, dinilai ikut berperan menunjang distribusi komoditas ini. Posisi Magelang menjadi strategis karena berada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. Selain itu Magelang juga kerap dipilih sebagai akses menuju kota seperti Wonosobo maupun Purworejo dan kota-kota di Jawa Tengah bagian barat lainnya.
Bahkan, menurut Bambang Endroyo, wilayah di luar Pulau Jawa seperti Pulau Karimunjawa pun juga memakai pasir muntilan.
Popularitas pasir muntilan juga banyak disebabkan karakter fisiknya yang khas. Warnanya hitam kebiruan, tidak menggumpal ketika digenggam, serta memiliki besar butir yang halus, dan tidak banyak bercampur dengan material lain seperti kerikil. “Kekhasan pasir muntilan juga dilihat kerasnya atau kekekalannya yang mencukupi, permukaannya tajam.” Kata Bambang Endroyo.
Untuk skala rumahan, pengamatan demikian sudah merupakan syarat yang lebih dari cukup, bagi seseorang untuk memilih komoditas ini sebagai bahan konstruksi. []
Penulis: Ananta Damarjati

