Mas Muntadi dan Mas Ali Kabal yang dikenal sebagai pendukung Pak Kades tak henti-hentinya menggoreng tingkah polah Cak Kun tersebut. Padahal warga desa Jetis sudah mulai melupakannya. Bahkan kini kedua orang itu mengatakan bahwa Cak Kun sengaja dibayar oleh seseorang untuk mendeskreditkan Pak Kades yang sedang menyusun rencana untuk menjabat kembali baik melalui orang kepercayaannya maupun cara lain. Pokoknya tiga periode. Kata Mas Muntadi, ulah Cak Kun adalah konspirasi jahat yang hendak menjegal kemajuan desa.
Yang justeru mengherankan lagi banyak juga sesepuh desa yang berjuluk Kyai percaya dengan omongan Mas Muntadi dan Mas Ali Kabal. Mereka ikut-ikutan menghujat Cak Kun. Kata para Kyai tersebut ; ngono yo ngono ning ojo ngono. Sungguh sebuah kalimat yang bersayap kalau benar-benar diresapi.
Diam-diam aku juga mulai terpancing oleh desas-desus yang kian santer menjalar bak bau ikan asin yang tengah digoreng tersebut. Malam Jumat sehabis ngopi di warung Mak Yah,aku sengaja mlipir menemui Cak Kun. Bagiku tak sulit untuk menemuinya karena sejak lama Aku bersahabat baik dengan Cak Kun. Kakek Cak Kun adalah kawan akrab kakekku. Jadi kami merasa sudah sepantasnya untuk berkarib.
Cak Kun terlihat duduk di atas lincak ditemani istrinya. Ketika melihat kedatangannku lelaki asal dukuh Jombrang itu segera berdiri dan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Di sela-sela jari jemarinya terlihat sebatang rokok kretek kesayangannya.
“Saiki aku wis merdeka kang!” ucapnya sambil mengajakku duduk di atas lincak.
Merdeka Piye maksudmu Cak? Tanyaku sambil melolos sebatang rokok kretek milik Cak Kun yang tergeletak di depanku. Sejurus kemudian rokok kretek itupun telah mengepulkan asapnya.
“Aku saiki wis dadi aku maneh. Dudu Cak kun sing jare Wali. Saiki aku ora perlu maneh ngurusi wong-wong sing arep ngaji. Opo maneh ngurusi wong-wong sing konsultasi tentang kepemimpinan desa periode berikutnya,”
“Masak Cuma itu Cak?” tanyaku menyelidik. Lama kulihat Cak Kun hanya terdiam seribu bahasa. Tak sedikitpun kulihat Cak Kun memikirkan pertanyaanku barusan. Lelaki itu hanya terlihat begitu santainya sambil menghisap rokok kretek kesayangannya tersebut dalam-dalam.
“Aku ora ngerti. Jawabnya ringan.
“Jancok!” sahutku spontan. Mendengar umpatanku tersebut, Cak Kun justeru tertawa terbahak-bahak sambil berkata ;
“Aku kangen pisuhanmu. Wis suwe tenan ora ana wong misuhi Aku.”