Scroll untuk baca artikel
Opini

Negeri Satire: Menertawakan Situasi Bukan Situasu

Redaksi
×

Negeri Satire: Menertawakan Situasi Bukan Situasu

Sebarkan artikel ini

SATIRE menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Jadi satire adalah gaya bahasa sindiran atau ejekan.

Sindiran dalam gaya bahasa satire biasa dibungkus dengan nuansa kritik dan ungkapan yang mampu membuat pembaca tertawa. Sedangkan pihak yang dikritik tidak sadar bahwa  dirinya mendapatkan masukan dan bisa jadi mengerti namun hanya bisa sinis getir.

Negeri Satire buku karya Edhie Prayitno Ige menggambarkan narasi satir dari isi dan konstektualnya. Buku Negeri Satire selain bermuatan tulisan-tulisan karya Edhie, ada coretan cantik kartunis Koesnan Hoesie dan juga desain cover Augmented Reality (AR) bergambar Albert Einstein dan Mr Bean. Buku satire ini sangat komplek, tiga dimensi yang memiliki keterikatan dan menyempurnakan.

Saya menyebut Edhie sebagai penulis Posttruth bukan postmodern. Edhie melalui Negeri Satire mentertawakan perjalanan hidup dengan menggunakan startegi naratif. Sebagai penulis, Edhie bisa dibilang salah satu penulis posttruth yang terkemuka, baik dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Seorang jurnalis, pemikir, dan bapak rumah tangga yang gemar tanaman.

Bisa jadi Edhie melalui Negeri Satire menjadi suara mode satir untuk menceritakan realitas posttruth yang terjadi saat ini. Sebab jarang penulis terlalu memperhatikan satire. Hanya sedikit penulis yang telah mencoba menggunakan sindiran, sebut saja Sujiwo Tedjo,Cak Nun melalui hiperbolanya, dan Gus Dur dengan humornya.

Visi Negeri Satire penuh dengan ironi. Ironisnya memasuki ruang pengalaman hidupnya, persoalan sosial dan konteks politik saat ini. Karakter dengan pengalaman yang berbeda dalam Negeri Satire, ironisnya terletak pada benturan antara tradisi dan modernitas.

Modernitas dalam Negeri Satir menggaunkan kehidupan tradisi yang penuh canda sebagai bentuk realisme modern. Pengetahuan tentang informasi dan ironi dalam kehidupannya membuatnya menjadi penulis satire dengan bumbu-bumbu komedinya.

Satire jurnalistik

Edhie dalam Negeri Satire menggunakan satire dengan bahasa yang mudah dipahami dan bahkan memahamkan. Beragam tulisannya dikemas dalam berbagai bentuk. Edhie menggunakan puisi dalam puisi Hikayat Bandeng (hlm 147-170). Menggunakan model wawancara, dialog, maupun pidato dimana Edhie terkadang menyebutnya wawancara imajiner, seperti: Jaksa Itu, Surat Cinta untuk Grace Natalie, Pidato Gubernur DKI Penakut.

Sebagaimana pengantar dari Prie GS yang menyatakan bahwa tak setiap penulis tahan dengan gaya ini dan Edhie bukan cuman tahan, tapi menikmati situasi ini. Hasilnya salah satunya adalah tulisan buku ini; padat, lucu, sinis, dan sangat jurnalistik.

Saya mencoba mengarisbawahi bahwa tulisan Edhie sangat jurnalistik. Model satire Edhie memang sangat jurnalistik, liputan imajiner wawancara imajiner, maupun berita imajiner. Hampir kebanyakan gaya di buku Negeri Satire yakni gaya dengan model yang sangat jurnalistik.

Sedangkan Edhie dengan kelucuan dan sinisnya dimanfaatkan sebagai modus dominan dalam cara penuturannya yang unik. Melalui karyanya mencoba mengajukan lebih banyak pertanyaan daripada memberi jawaban. Hal ini yang memang biasanya dilakukan oleh seorang satiris.