Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Pasar Lokal Dikuasai Produk Cina, Sejumlah Sentra Batik Terancam Gulung Tikar

×

Pasar Lokal Dikuasai Produk Cina, Sejumlah Sentra Batik Terancam Gulung Tikar

Sebarkan artikel ini
sentra batik china
Ilustrasi/Barisan.co

Batik impor yang dijual grosiran di sejumlah tempat hanya dipatok separuh harga dari produk lokal.

BARISAN.CO – Batik, warisan budaya Indonesia yang kaya akan sejarah dan nilai tradisional, telah menjadi identitas yang mendunia. Beberapa sentra batik di Indonesia telah menerima pengakuan luar biasa dengan produk-produknya yang dianggap berkualitas wahid.

Kebesaran nama mereka bukan sekadar prestise lokal, tetapi juga sudah meraih pengakuan internasional atas keindahan dan keunikan desainnya. Eksistensi sentra-sentra batik yang telah terpelihara dengan baik sepanjang berabad-abad, sayangnya tengah menghadapi ancaman.

Ancaman tersebut bukan berasal dari dalam negeri, melainkan dari gempuran batik impor yang masif khususnya dari Cina. Produk batik impor dari Cina tidak hanya menawarkan motif dan desain tradisional batik khas Indonesia, tetapi juga harga yang lebih murah.

Sebagai gambaran, batik impor yang dijual grosiran di sejumlah tempat hanya dipatok Rp40-50 ribu. Ini harga yang kelewat murah, sementara batik lokal biasanya dipatok di kisaran Rp150 ribu atau lebih.

Maraknya batik impor dari Cina adalah pertanda buruk bagi eksistensi perajin lokal. Perajin kita seperti dipecundangi dua kali. Pertama desain mereka ditiru. Kedua pasar mereka direbut.

Padahal, pada saat-saat sekarang ketika para perajin lokal hanya bisa mengandalkan penjualan domestik. Hal ini lantaran lesunya pasar internasional, sehingga pesanan batik dari luar negeri cenderung sepi.

Banyak produsen batik lokal sudah merasa terdesak dalam persaingan dan memutuskan gulung tikar.

Sentra batik di Indonesia seharusnya menjadi sumber kebanggaan nasional. Pemerintah bukannya menolong, justru cenderung membiarkan industri lokal dikalahkan pasar.

Gempuran produk impor ini diprediksi masih bakal berlanjut hingga tahun-tahun mendatang. Apalagi, pemerintah sudah mengecualikan batik dari produk-produk impor yang dibatasi lewat Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 yang diteken 11 Desember tahun lalu.

Aturan ini membuka peluang lebih besar bagi importir batik mengambil keuntungan. Permendag 36/2023 memberi kemudahan untuk melakukan impor batik dan tidak rumit.

Importir hanya perlu surat keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri, surat perintah kerja, dan surat keterangan yang menjelaskan tujuan penggunaan barang.

Padahal, sebelum aturan ini muncul, persyaratan impor batik lebih ribet dan berlapis, di antaranya harus punya kepemilikan angka pengenal importir umum dan angka pengenal importir produsen, surat rekomendasi dari Kemenperin, serta surat rekomendasi dari Kemenkop-UMKM.

Pemerintah agaknya perlu mempertimbangkan untuk meriviu aturan yang akan berlaku 90 hari sejak ia diundangkan atau persisnya 10 Maret 2024 nanti. Jangan sampai produsen lokal terintimidasi oleh produk impor yang makin tak terbendung. [dmr]