Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Pejabat Publik Indonesia: Surplus Identitas Pejabatnya, Defisit Sisi Publiknya

:: Opini Barisan.co
28 Februari 2021
dalam Opini
Pejabat Publik Indonesia: Surplus Identitas Pejabatnya, Defisit Sisi Publiknya

Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Anggota DPR, DPD, dan MPR RI Periode 2019-2024. Ilustrasi: Twitter @DPR_RI.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Tidak sulit memahami mengapa banyak orang berpendapat UU ITE patut ditanggalkan. Gara-gara UU ini, demokrasi kita jatuh dalam kultur yang nista. Sebagian besar orang menjadi takut berpendapat. Segelintir lainnya sibuk saling lapor karena mengedepankan rasa tersinggung.

Jika yang tersinggung adalah orang-orang previleged yang cukup duit dan banyak kenalan (syukur-syukur punya jabatan), maka UU ITE adalah pilihan praktis, dan legal! Mereka tak perlu repot mencari penyelesaian out of court settlement untuk memangkas ketersinggunggannya. Tinggal lapor, beres, dan mekanisme hukum akan melakukan sisanya.

Anda melihat keganjilan pejabat publik kita belakangan ini? Anda jeli. Faktanya, seperti terungkap dalam penelitian ICJR, sejak 2018 pejabat publik adalah kelompok yang paling sering lopar-lapor. Sebanyak 35,9% pelapor adalah kepala daerah, menteri, aparat keamanan, dan pejabat publik lainnya.

Selain kelompok pejabat publik, UU ITE juga dimanfaatkan kelompok masyarakat sipil. Kelompok ini menyumbang 32,2% dari proporsi total. Tapi, kita tahu ada kecenderungan bahwa kelompok masyarakat sipil ini adalah kepanjangan tangan kelompok pejabat publik atas perkara defamasi yang menimpa pejabat publik.

BACAJUGA

Pemilu Serentak Tahun 2024

Menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024 yang Berkualitas dan Berintegritas

1 Februari 2023
kualitas demokrasi

Siti Zuhro: Kualitas Demokrasi Kita Ternyata Tidak Berkualitas

16 Januari 2023

Pejabat publik kita agaknya memang sulit dipahami. Mereka-mereka ini, ternyata, lebih sensitif dari yang orang pikirkan, terutama kalau sudah menyangkut nama baiknya. Laporan tentang pencemaran nama baik, Anda tahu, menempati posisi teratas dalam pelaksanaan UU ITE. Disusul ujaran kebencian, kesusilaan, dan hoaks.

Melampaui UU ITE

Hari ini, persoalan sebenarnya bukanlah semata membayangkan masa depan praktis tanpa UU ITE, tetapi merengkuh cara-cara menuju ke sana dengan usaha yang lebih paradigmatis. Artinya, penting untuk mencari akar masalah dari apa yang kita sebut pencemaran nama dan ujaran kebencian, yang terkandung dalam UU ini.

Saya setuju dengan sebuah pendapat di internet: “Demokrasi mengisyaratkan keberanian untuk mengkritik dan mendengar kritik. Tanpa syarat. Tanpa ancaman. Tanpa rasa takut.” Saya lupa sumbernya, tapi pendapat ini tentu saja semakin relevan dikaitkan pejabat publik.

Sebab dari kecenderungan sekarang kita dapat menyimpulkan bahwa, pejabat publik kita adalah biang masalah. Pada dasarnya mereka merupakan jenis manusia yang lebih senang menonjolkan sisi ‘pejabatnya’ dibanding ‘publiknya’.

Para pejabat mengira, masyarakat yang melayangkan kritik artinya sedang menggoyang status kepejabatan mereka. Pejabat lupa bahwa sejatinya masyarakat sedang mengingatkan agar mereka dapat melaksanakan fungsi kepublikannya.

Lewat kritik, masyarakat ingin pejabatnya bekerja lebih baik dan benar. Sayang, di sisi sebaliknya, pejabat menganggap masyarakat sebagai entitas yang tidak tahu persoalan. Alhasil, banyak kritik masyarakat tidak ditanggapi pejabat.

Anda tahu fase berikutnya saat kritik tidak ditanggapi? Masyarakat mengkritik dengan bahasa yang lebih keras. Tapi, Anda tebak, karena pejabat mudah tersinggung, dan mereka tidak suka masyarakat berbahasa keras, mereka acap kali lebih memilih untuk memberi masyarakat pelajaran. Di situlah pentingnya UU ITE bagi pejabat.

Yang kemudian terjadi adalah, akhirnya masyarakat dipolisikan, pejabat tetap bekerja begitu-begitu saja, dan substansi persoalan yang sedang dikritik dengan sendirinya terlupakan.

Tentu saja pejabat kita perlu sesekali mendengar kegelisahan para intelektual yang bicara tentang prinsip check and balance. Di setiap negara demokrasi, prinsip itu patut berjalan apapun yang terjadi. Check and balance memungkinkan bagi masyarakat (baca: oposisi) untuk terus-menerus mengoreksi jalan kekuasaan yang tidak memihak pada orang banyak.

Maka, jangan sampai UU ITE hanya menjadi fasilitas negara kepada para pejabat yang tak bisa hidup dengan kaidah check and balance. Demikianlah kenapa kita perlu menanggalkan UU ITE ini, yang, pada praktiknya, paling banyak dimanfaatkan pejabat picik yang tak mau dikritik. []


Topik: DemokrasiKebebasan BerpendapatPejabat PublikUU ITE
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

Pemilu Serentak Tahun 2024
Opini

Menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024 yang Berkualitas dan Berintegritas

1 Februari 2023
Menanti Keberanian KIB Usung Airlangga-Erick Thohir
Opini

Menanti Keberanian KIB Usung Airlangga-Erick Thohir

31 Januari 2023
Sodetan Ciliwung dan Cara Anies Bekerja dalam Sepi
Opini

Sodetan Ciliwung dan Cara Anies Bekerja dalam Sepi

30 Januari 2023
Sodetan Kali Ciliwung, Antara Kepatuhan Hukum dan Keberpihakan Pada Rakyat
Opini

Sodetan Kali Ciliwung, Antara Kepatuhan Hukum dan Keberpihakan Pada Rakyat

28 Januari 2023
Penanganan Banjir: Naturalisasi vs Normalisasi
Opini

Penanganan Banjir: Naturalisasi vs Normalisasi

27 Januari 2023
Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?
Opini

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Lainnya
Selanjutnya
Ekonom Indef Bhima Yudistira: Filantropi Orang Kaya di AS Tak Cukup untuk Hapus Dosa

Ekonom Indef Bhima Yudistira: Filantropi Orang Kaya di AS Tak Cukup untuk Hapus Dosa

Sudirman Said Banjir

Sekjen PMI Sudirman Said, Bantu Warga Jateng Terdampak Banjir

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

apbn lindungi daya beli masyarakat

Sri Mulyani Sebut APBN Telah Bekerja Lindungi Daya Beli Masyarakat

1 Februari 2023
Ledakan Metana, Bencana yang Disebabkan Tangan Manusia

Ledakan Metana, Bencana yang Disebabkan Tangan Manusia

1 Februari 2023
Bakal Naik Besok, Jadi Berapa Harga Pertamax?

Simak! Harga BBM Ada yang Naik Mulai Hari Ini, Ini Daftarnya

1 Februari 2023
Pemilu Serentak Tahun 2024

Menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024 yang Berkualitas dan Berintegritas

1 Februari 2023
bacaan doa setelah sholat dhuha

Bacaan Doa Setelah Sholat Dhuha, Lengkap dengan Zikir Pembuka Pintu Rezeki

1 Februari 2023
Pendapatan Investasi Lainnya (US$ Juta)

Pendapatan Investasi Lainnya (US$ Juta)

31 Januari 2023
Paham Bahaya Politik Uang, Jarnas ABW Sumut Berikan Edukasi ke Masyarakat

Paham Bahaya Politik Uang, Jarnas ABW Sumut Berikan Edukasi ke Masyarakat

31 Januari 2023

SOROTAN

Pemilu Serentak Tahun 2024
Opini

Menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024 yang Berkualitas dan Berintegritas

:: Syaiful Rozak
1 Februari 2023

Pemilu Serentak Tahun 2024

Selengkapnya
Menanti Keberanian KIB Usung Airlangga-Erick Thohir

Menanti Keberanian KIB Usung Airlangga-Erick Thohir

31 Januari 2023
Sodetan Ciliwung dan Cara Anies Bekerja dalam Sepi

Sodetan Ciliwung dan Cara Anies Bekerja dalam Sepi

30 Januari 2023
Menunggu Pengesahan RUU EBET, Adakah Skema Power Wheeling?

Menunggu Pengesahan RUU EBET, Adakah Skema Power Wheeling?

29 Januari 2023
Sodetan Kali Ciliwung, Antara Kepatuhan Hukum dan Keberpihakan Pada Rakyat

Sodetan Kali Ciliwung, Antara Kepatuhan Hukum dan Keberpihakan Pada Rakyat

28 Januari 2023
Zero ODOL 2023

Sudah Saatnya Wujudkan Jalan Raya Bebas Truk ODOL

28 Januari 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang