Lewat kritik, masyarakat ingin pejabatnya bekerja lebih baik dan benar. Sayang, di sisi sebaliknya, pejabat menganggap masyarakat sebagai entitas yang tidak tahu persoalan. Alhasil, banyak kritik masyarakat tidak ditanggapi pejabat.
Anda tahu fase berikutnya saat kritik tidak ditanggapi? Masyarakat mengkritik dengan bahasa yang lebih keras. Tapi, Anda tebak, karena pejabat mudah tersinggung, dan mereka tidak suka masyarakat berbahasa keras, mereka acap kali lebih memilih untuk memberi masyarakat pelajaran. Di situlah pentingnya UU ITE bagi pejabat.
Yang kemudian terjadi adalah, akhirnya masyarakat dipolisikan, pejabat tetap bekerja begitu-begitu saja, dan substansi persoalan yang sedang dikritik dengan sendirinya terlupakan.
Tentu saja pejabat kita perlu sesekali mendengar kegelisahan para intelektual yang bicara tentang prinsip check and balance. Di setiap negara demokrasi, prinsip itu patut berjalan apapun yang terjadi. Check and balance memungkinkan bagi masyarakat (baca: oposisi) untuk terus-menerus mengoreksi jalan kekuasaan yang tidak memihak pada orang banyak.
Maka, jangan sampai UU ITE hanya menjadi fasilitas negara kepada para pejabat yang tak bisa hidup dengan kaidah check and balance. Demikianlah kenapa kita perlu menanggalkan UU ITE ini, yang, pada praktiknya, paling banyak dimanfaatkan pejabat picik yang tak mau dikritik. []