Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Pemahaman Lain Tentang Golput

:: Opini Barisan.co
26 September 2020
dalam Opini
Pemahaman Lain Tentang Golput

Ilustrasi barisan.co/Bondan PS

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Ke arah manakah pemerintah mengawal kesehatan kita? Sejumlah besar orang percaya secara umum kehidupan kita sedang menuju kepunahan; kita diarak dari tempat remang menuju zona-zona yang lebih gelap. Belum rampung trauma kita dari kegagalan new normal, kini kita dihadapkan pada pilkada.

Sudah banyak pakar epidemiologi menyarankan agar pilkada ditunda. Saya percaya ucapan mereka dan setuju dengan penjelasan-penjelasan yang diutarakan. Tentu saja, di satu sisi, penting melanjutkan pesta demokrasi meski situasi sedang krisis. Ada 9 daerah yang memilih gubernur, 224 memilih bupati, 37 memilih wali kota, dan semuanya menuntut untuk segera ditentukan oleh hasil suara kita.

Memilih pemimpin daerah adalah kesempatan kita menentukan bagaimana pembangunan dijalankan di tingkat provinsi dan kota/kabupaten. Di luar alasan tersebut, pandemi belum juga melandai dan ini memunculkan tanda tanya besar. Apa yang sebetulnya sedang kita cari dari pilkada? Berapa banyak yang sudi ikut mencoblos?

Mudah membayangkan bagaimana mood elektoral masyarakat akan turun mengingat pemerintah tampak kehabisan akal menghadapi virus Corona. Bisa jadi, sementara orang telah semakin takut terpapar virus, hasil pilkada akan jauh dari legitimasi yang diharapkan karena partisipasi warga negara cenderung kecil.

BACAJUGA

Perselingkuhan Antara Politikus dengan Pemilik Modal dalam Pilkada

Perselingkuhan Antara Politikus dengan Pemilik Modal dalam Pilkada

12 Januari 2021
Pilkada Serentak Sebentar Lagi!

Pilkada Serentak Sebentar Lagi!

26 November 2020

Saya percaya, demokrasi baru dapat dikatakan baik jika ada partisipasi aktif dari warga negara. Katakanlah artinya semakin banyak orang yang ikut pencoblosan, maka hasil pemilu semakin layak untuk disebut sesuai aturan main demokrasi. Gus Dur pernah menulis soal ini: “Menyerahkan jalannya roda pemerintahan kepada para penguasa tanpa melalui pemilu rasanya amat berjauhan dari sikap hidup sebagai bangsa”.

Namun, ada banyak bentuk demokrasi selain momen pilkada. Dalam sejumlah situasi, bahkan dapat dimengerti bahwa demokrasi bukan hanya soal mencoblos di TPS. Di tahun 1971, misalnya, partisipasi untuk memperjuangkan demokrasi justru ditunjukkan dengan sikap golput.

Sikap ini diinisiasi Arief Budiman sebagai statemen politik atas pemilu yang tidak demokratis dan korup karena didikte rezim Orde Baru. Mereka yang golput mungkin hadir di TPS, namun memilih untuk tidak memilih. Pada rezim Soeharto itu (di mana terjadi mobilisasi luar biasa untuk mengikuti pemilu), kertas-kertas suara yang kosong nyaris bisa dipastikan datangnya dari penganut sikap golput ini.

Walaupun harus diakui, sejak dulu hingga sekarang, penganut golput tidaklah signifikan jumlahnya. Pengaruh mereka pun barangkali terbatas hanya di lingkaran kelas menengah. Bisa dikatakan, golput sebagai sebuah ‘sikap tidak memilih’ jumlah penganutnya relatif kecil. Lain cerita dengan ‘tindakan tidak memilih’ yang jumlah pelakunya semakin besar.

Antara sikap dan tindakan, keduanya sama-sama menunjukkan pola abstention. Tapi yang disebut terakhir menjadi menarik, selain karena jumlahnya semakin banyak, ia lebih natural karena tidak dikemas dalam satu gerakan yang mengusung ideologi tertentu. Mungkin ‘tindakan tidak memilih’ tersebut hampir mirip dengan apatisme, meskipun tidak serta-merta bisa diartikan demikian.

Barangkali, dulu satu-satunya alasan ‘tindakan tidak memilih’ adalah rasa putus asa melihat nama-nama calon pemimpin daerah yang, diduga seperti pada umumnya: tidak mengubah keadaan.

Sekarang, banyak orang memiliki alasan yang lebih kuat untuk melakukan tindakan tersebut lebih dari apapun. Lagi pula, ketika satu-satunya aspirasi politik yang kita miliki sekarang adalah agar pemerintah dapat menghentikan virus Corona, daripada datang ke TPS, di rumah saja terdengar lebih oke dan berwibawa. []


Topik: GolputNew NormalPilkada 2020
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?
Opini

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari
Opini

Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

22 Januari 2023
Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta
Opini

Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

22 Januari 2023
BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?
Opini

BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

21 Januari 2023
Politik Para Pecundang
Opini

Politik Para Pecundang: Menebar dan Melempar Buah Busuk

21 Januari 2023
cak nun Strukturalisme
Opini

Strukturalisme yang Bertabrakan dengan Kontekstualisme

21 Januari 2023
Lainnya
Selanjutnya
Dr. Sutrisno Muslimin: Kita Perlu Kurikulum Pengiring Anak Menuju Kemampuan Terbaiknya

Dr. Sutrisno Muslimin: Kita Perlu Kurikulum Pengiring Anak Menuju Kemampuan Terbaiknya

Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

26 Januari 2023
Demo Kepala Desa

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

26 Januari 2023
Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

26 Januari 2023
Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

26 Januari 2023
Menciptakan Wirausaha Muda

Merdeka Belajar, Menciptakan Wirausaha Muda, Mengapa Tidak?

26 Januari 2023
pH Tubuh

Berbahaya Jika pH Tubuh Terlalu Asam

26 Januari 2023
sholawat bulan rajab

Lirik Sholawat Bulan Rajab Teks Arab, Latin dan Artinya

26 Januari 2023

SOROTAN

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan
Sorotan Redaksi

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan

:: Anatasia Wahyudi
25 Januari 2023

Di mana pun mereka berada, anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan menderita dari standard hidup yang buruk, mengembangkan lebih sedikit keterampilan...

Selengkapnya
Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

22 Januari 2023
Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

22 Januari 2023
BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

21 Januari 2023
Politik Para Pecundang

Politik Para Pecundang: Menebar dan Melempar Buah Busuk

21 Januari 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang