Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil RizkyEkonomi

Pemerintah Banyak Utang Tetapi Sedang Banyak Uang

Redaksi
×

Pemerintah Banyak Utang Tetapi Sedang Banyak Uang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu direncanakan tanpa ada kelebihan atau kekurangan pembiayaan. Besaran pembiayaan persis sama dengan defisit yang akan ditutupinya. Akan tetapi, dalam realisasi sering menimbulkan sisa lebih atau kelebihan pembiayaan. Realisasi akumulatif pada akhir bulan pun hampir selalu kelebihan.

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) APBN 2020 dilaporkan mencapai Rp245,59 triliun. Sedangkan SiLPA dari realisasi APBN 2021 hingga 31 Mei tercatat Rp90,02 triliun.

Hal itu terjadi karena APBN direncanakan defisit, maka dibutuhkan dana untuk menutupi atau membiayainya. Sebagian besarnya bersumber dari utang. Dalam realisasinya, berutang dilakukan terlebih dahulu agar tersedia dana. Sekurangnya lebih banyak dari realisasi akumulasi defisit pada waktu berjalan.

Bisa dimengerti sebagai kehati-hatian dalam mengelola arus kas negara. Tidak terbayangkan, jika tak tersedia dana pada waktu harus membayar gaji pegawai atau kewajiban yang bersifat segera. Termasuk kebutuhan kewajiban pelunasan utang dan bunga utang pada waktunya.

SiLPA pada akhir tahun 2020, menurut aturan dan cara pengelolaan saat ini tidak bisa secara langsung dipakai. Melainkan masuk lebih dahulu ke pos yang disebut Saldo Lebih Anggaran (SAL). SAL bersifat akumulasi dari SiLPA tahun-tahun sebelumnya, dengan memperhitungkan penggunaan pada APBN tahun-tahun tertentu, serta beberapa penyesuaian teknis akuntansi.

Penggunaannya harus direncanakan dalam APBN atau APBN Perubahan (APBNP). Sebagaimana realisasi Perpres No.72/2020 yang berposisi sebagai APBNP 2020 mengalokasikan penggunaan SAL sebesar Rp70,64 triliun.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 melaporkan tentang perubahan SAL. Antara lain disajikan bahwa saldo awal, artinya dari 1 Januari 2020 yang pindahan akhir tahun 2019, sebesar Rp212,69 triliun. Selama tahun 2020 dipergunakan sebesar Rp70,64 triliun. SiLPA dari realisasi APBN 2020 sebesar Rp 245,59 triliun. Penyesuaian SAL sesuai aturannya sebesar Rp0,46 triliun. Dengan demikian, pada akhir tahun 2020 terdapat SAL sebesar Rp388,11 triliun.

Sebelumnya, pada periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2019, realisasi APBN cenderung mengalami kelebihan pembiayaan. Hanya pernah terjadi kekurangan pembiayaan pada tahun 2005 dan tahun 2007. Kelebihan sangat besar terjadi pada tahun 2008 yang mencapai Rp80 triliun.

SAL cenderung meningkat pada era 2015-2019. Sebelumnya cukup berfluktuasi, dipengaruhi oleh dinamika SiLPA/SiKPA dan penggunaan SAL pada tahun-tahun tertentu.

Pengelolaan APBN memang tampak unik dalam hal ini, berbeda dengan keuangan rumah tangga atau kebanyakan perusahaan. Pada APBN 2020 (sesuai Perpres 72), diambilkan dana sebesar Rp70,64 triliun dari SAL, yang dicatat sebagai penerimaan pembiayaan. Maksudnya agar kebutuhan berutang dapat dikurangi.

Dalam realisasinya, defisit lebih kecil dari rencana APBN. Penarikan utang baru sesuai target, bahkan sedikit melebihinya. Sehingga, andai alokasi dari SAL itu tidak dipakai pun masih terdapat kelebihan sebesar Rp174,95 triliun. Dan karena secara akuntansi APBN, sebagian SAL sudah dialokasikan, maka SiLPAnya menjadi Rp245,59 triliun.

Tentu saja ada banyak soalan teknis terkait hal ini. Salah satunya adalah masih kurang baiknya perencanaan belanja dan realisasi belanja yang tidak optimal. Sementara itu, realisasi berutang cenderung terjadi sesuai rencana. Kinerja pembiayaan utang dalam artian mencari utang baru terbilang sangat baik selama beberapa tahun terakhir.