Karena seorang ‘leader’ harus memiliki kompetensi melahirkan gagasan atau ide yang visoner sebagai indikator dirinya layak memimpin. Sebagai bukti bahwa dirinya mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat yang akan dipimpinnya dengan solusi, yang rasional, egaliter, independen dan dapat dicapai secara bersama.
Pemimpin bukan sekedar mengerahkan dengan perintah karena faktor kekuasaan. Karena jika demikian, kondisinya membuka peluang besar terjadinya otoritarianisme, gaya kepemimpinan yang otoriter dan sebagaimana ungkapan Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” – kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung korupsi secara absolut.
Kata ‘corrupt’ tersebut bisa juga diartikan sebagai tindakan yang mengakibatkan kerusakan. Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh pemimpin yang mengandalkan kekuasaan secara absolut amatlah besar. Selain cabang kerusakannya dalam bentuk tindakan korupsi materi, juga menyebabkan lemahnya sistem demokrasi.
Kemampuan menghadirkan gagasan secara genuin yang dihasilkan dari visi pemimpin adalah ‘human capital’ yang menurut saya sejatinya menjadi syarat mutlak seseorang dipilih menjadi pemimpin. Dan sistem demokrasi hendaknya memberikan penguatan tentang kualifikasi tersebut agar segenap masyarakat teredukasi, dan menjadi dewasa dalam menjalani kehidupan yang demokratis.
Karena dampak dari absolute power dalam kepemimpinan – yang disebabkan karena minimnya ide/gagasan – ialah adanya “tembok” kultur feodalisme yang semakin tinggi, sehingga masyarakat tidak bisa melewati kehidupan secara matang, mampu berpikir kritis, dan demokratis.
Oleh karenanya jika seorang pemimpin memiliki kompetensi dengan tidak mengandalkan absolute power, kelak negara tidak lagi direpotkan oleh massa pemimpin yang brutal, licik, ekstrem atau radikal dari sudut pandang kepengikutan para pendukungnya.
Selanjutnya, kemampuan menghadirkan gagasan perlu dilikuti dengan kemampuan mengomunikasikannya dengan narasi yang baik, proporsional dan acceptable.
Seorang pemimpin haruslah seorang komunikator! Bahkan ilmu retorika lahir di abad 5 SM karena untuk kepentingan para penguasa dalam mencapai kemenangan, menyampaikan kebenaran atas pikirannya yang ia ingin orang lain mengerti dan mengikuti. Pemimpin harus memiliki kemampuan retorika yang baik, untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya.
Anies baswedan adalah sosok yang pandai mengomunikasikan gagasannya dengan narasi yang baik. Saya termasuk yang terpengaruh dengan narasi relawan pendidikan yang diinisiasi Anies Baswedan ketika beliau melahirkan gagasan relawan mengajar dalam program Indonesia Mengajar. Tentu narasi yang disampaikan bukan sekedar omong kosong dan dipenuhi intrik.