Scroll untuk baca artikel
Blog

Pertanian dan Memburuknya Kemiskinan di Perdesaan

Redaksi
×

Pertanian dan Memburuknya Kemiskinan di Perdesaan

Sebarkan artikel ini

Dari data tersebut telah sedikit tergambar bahwa pertumbuhan sektor pertanian belum sebanding dengan adanya “beban tambahan” jumlah orang yang ditanggungnya. Berkenaan dengan beban demikian, harus dihitung anggota keluarga rumah tangga pertanian yang belum ataupun tidak bekerja. Tidak aneh jika pertanian berkaitan erat dengan kemiskinan di Indonesia. Berkorelasi pula dengan fenomena kemiskinan di perdesaan sebagai lokasi kegiatan utamanya.          

Keterkaitan antara sektor pertanian dengan kemiskinan terkonfirmasi oleh data BPS tentang karakteristik rumah tangga miskin. Antara lain tercatat 46,3 persen atau hampir separuh dari total rumah tangga miskin memiliki penghasilan utama yang berasal dari sektor pertanian pada Maret 2020. Dan persentase keluarga berpenghasilan utama pertanian yang miskin sebanyak 12,5 persen, atau lebih tinggi dari angka kemiskinan nasional saat itu.

Sementara itu, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 15,51 juta orang atau 13,2 persen dari total penduduknya pada September 2020. Lebih tinggi dibanding yang berdomisili di wilayah perkotaan, yang sebanyak 12,04 juta orang atau hanya 7,88 persen.

Kondisi penduduk miskin di perdesaan juga terindikasi lebih buruk dibanding di perkotaan. Antara lain dalam Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks keparahan kemiskinan (P2). P1 merupakan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. P2 merupakan penyebaran pengeluaran atau ketimpangan di antara penduduk miskin. Makin tinggi nilai indeks, kondisinya makin buruk.

Terlepas dari memang ada dampak pandemi, P1 dan P2 selama era pemerintahan Presiden Jokowi sedikit memburuk. Padahal, kecenderungan sebelumnya adalah membaik. P1 perdesaan meningkat dari 2,25 pada September 2014) menjadi 2,39 pada September 2020). P2 perdesaan meningkat dari 0,60 pada September 2014 menjadi 0,68 pada September 2020. Pada kurun waktu bersamaan, P1 dan P2 di perkotaan cenderung stagnan.

Cukup mengherankan kondisi yang ditandai oleh berbagai indikator di atas terjadi ketika narasi kebijakan Pemerintah mengedepankan soal pertanian, desa dan kemiskinan. Secara lebih khusus, cukup besarnya dana desa yang digelontorkan APBN tampak belum memperbaiki kondisinya. Pemerintah patut mewaspadai fenomena ini, dan mungkin perlu mengubah paradigma kebijakan ekonominya.


Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri