Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
Barisan.co – Judul di atas memang berbau iklan, tenar di tahun sebelum 2000-an. Di ucapkan oleh WNI asal Cina, pengusaha terkenal, dengan ucapan sedikit cedal karena “R” nya kurang jelas. Dan memang produk yang dihasilkan dari perusahaannya hingga kini tak lekang oleh waktu. Idola para ibu-ibu. Perabot rumah tangga.
Kali ini himbauan untuk kembali mencintai produk-produk dalam negeri kembali diserukan, oleh RI 1 alias bapak Joko Widodo. Beliau merespons angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 yang minus 5,32%. Untuk mencegah pertumbuhan ekonomi kembali minus di kuartal III-2020, Jokowi berbicara soal upaya menyalakan kembali perputaran roda perekonomian.
“Pada kuartal kedua, ekonomi kita telah terkontraksi secara tajam yaitu minus 5,32%. Tapi kita tidak boleh menyerah, kita harus betul-betul upaya agar di kuartal ketiga kita harus bangkit. Kita bisa reborn sehingga kita tidak jatuh ke jurang resesi,” kata Jokowi secara virtual dalam acara Kongres Luar Biasa Partai Gerindra yang digelar di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/8/2020). Caranya ialah berbelanja produk-produk petani dan nelayan dalam negeri, serta produk dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) (detik.com, 8/8/2020)
Keinginan bolehlah tinggi, namun juga harus berbanding lurus dengan teknis bagaimana mencapai keinginan tersebut. Dengan kata lain butuh konsep yang jitu dan baku sehingga bisa menjamin pertumbuhan ekonomi membaik.
Sejauh ini, sekalipun berbagai insentif ataupun subsidi yang digelontorkan pemerintah, baik kepada UMKM, Korporasi bahkan terakhir kepada rumah tangga belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sebab, memang solusi itu hanya bermain di permukaan, belum menyentuh dasar. Lantas bagaimana bisa berubah?
Sebuah perekonomian negara tentu tak akan terlepas dari asas yang dibangun diatasnya berikut politik ekonominya. Jika kedua hal itu tidak berdasarkan kepada sesuatu yang sahih maka bisa dipastikan akan buyar bahkan hancur.
Selama ini kita menggunakan ekonomi kapitalis yang asasnya adalah meniadakan hukum syariat. Menggunakan hukum manusia, akibatnya, ekonomi diatur sesuai hawa nafsu manusia yang mengagungkan kebebasan. Bebas memiliki meskipun dengan cara batil dan haram. Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya menjadi milik umum kepemilikannya. Sistem kapitalis bisa saja menjadi milik korporasi bahkan individu asalkan ia memiliki akses untuk menguasainya baik secara hukum maupun modal. Dan negara hadir guna melegalkan kehendak para pemilik modal berupa undang-undang.
Ditambah sistem politik Demokrasi yang sangat menyuburkan alam kebebasan. Dengan empat pilar pokoknya yaitu kebebasan berpendapat, kepemilikan, berprilaku dan beragama. Lengkapnya wadah bagi manusia-manusia yang pada dasarnya bersifat tamak dan kikir. Menuangkan semua yang keluar dari kepalanya tak peduli apa kata orang lain, hidupku hidupku, hidupmu hidupmu. Satu yang berlaku saat ini, yaitu kehendak pribadi segalanya. Bebas berpindah agama, mabok di depan umum , berzina, membunuh, menipu dan yang lain. Semua dilindungi undang-undang atas nama Hak Asasi Manusia.
Maka bisa ditarik kesimpulan, negara dalam hal ini tidak berposisi sebagai Ra’ in atau pengurus urusan umat. Sebab, rakyat pun adalah obyek bisnisnya . Akan selalu ada perhitungan untung rugi jika itu bicara soal kebutuhan rakyat. Ini pula yang menjadi alasan, mengapa pengusaha dan korporat besar adalah anak emas negara. Sebab merekalah yang bisa mendatangkan manfaat materi bagi negara.