Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Piter Abdullah: Evaluasi Program Subsidi Elpiji 3 Kg Harus Mendalam

Redaksi
×

Piter Abdullah: Evaluasi Program Subsidi Elpiji 3 Kg Harus Mendalam

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO Pemerintah berencana mengganti skema subsidi elpiji 3 kg tahun depan. Nantinya, skema subsidi yang sejak 2007 berbasis harga akan diubah menjadi berbasis penerima.

Banyak kalangan menilai skema berbasis harga memang perlu dievaluasi. Direktur riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, sudah tepat jika pemerintah berniat untuk tak lagi memakai skema ini sebagai aturan main menyalurkan subsidi.

“Skema subsidi harga elpiji selama ini tidak tepat sasaran dan harus segera diubah,” katanya kepada Barisanco, Minggu (12/12/2021).

Semula, subsidi berbasis harga dipilih dengan niat agar masyarakat miskin mampu membeli elpiji 3 kg. Lewat skema ini, pemerintah mengintervensi harga pasar sehingga gas melon yang semestinya dijual di kisaran Rp39.000/tabung dapat turun drastis menjadi hanya Rp20.000/tabung.

“Namun rupanya dengan harganya yang murah ini tabung elpiji melon yang sebetulnya lebih diuntukkan kalangan miskin justru banyak juga dibeli oleh orang-orang mampu,” kata Piter.

Meski sudah jelas ada tulisan “hanya untuk masyarakat miskin” tertera di tiap badan tabung, tidak ada aturan tentang siapa yang boleh dan dilarang membeli elpiji 3 kg. Praktis, hal ini membuat siapapun, kaya atau miskin, dapat memanfaatkan elpiji melon untuk kebutuhan sehari-hari.

Data rinci tentang penggunaan gas elpiji dapat dilihat pada indikator BPS tentang perumahan dan kesehatan lingkungan tahun 2020.

Bisa dilihat, ada 68,12 persen kelompok rumah tangga terkaya (kuintil 5) yang menggunakan elpiji 3 kg. Kelompok ini harusnya mampu membeli elpiji 12 kg sebagai bahan baku memasak. Namun kenyataannya, mayoritas lebih condong memilih elpiji melon dan hanya 13,52 persen rumah tangga kaya yang menggunakan elpiji 12 kg.

Sementara itu, ada 63,65 persen kelompok rumah tangga termiskin (kuintil 1) yang memanfaatkan elpiji melon. Di sisi lain, ada 32,88 persen kelompok rumah tangga ini yang masih memakai kayu bakar sebagai bahan baku memasak.

Persentase rumah tangga termiskin pengguna kayu bakar semestinya bisa berkurang jika subsidi elpiji tepat sasaran.

Inilah mengapa, menurut Piter, skema berbasis penerima bisa jadi jawaban terbaik. “Jadi nanti subsidi tidak melekat ke tabung gas tetapi melekat ke orangnya,” kata Piter.

Jika benar skema ini dilaksanakan tahun depan, menurut Piter, pemerintah perlu lebih dahulu memastikan perangkat penunjangnya siap.

“Yang harus dipersiapkan adalah data dan teknologi untuk penerapan skema berbasis orang ini,” kata Piter.

Ia mengatakan, data harus mampu merangkum nama siapa-siapa saja masyarakat miskin yang menjadi sasaran penerima subsidi elpiji. Sementara teknologi harus berfungsi sebagai jembatan untuk memastikan subsidi benar-benar sampai kepada dia yang berhak.

“Kita paham data kependudukan kita masih sangat lemah. Tapi dari sisi teknologi, penyaluran bisa dilakukan misalnya menggunakan sidik jari sehingga benar-benar tepat sasaran,” kata Piter.

Di sisi lain, Piter juga menyarankan agar pemerintah juga kembali merancang program diversifikasi energi. Program dimaksudkan agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya pada elpiji.

Menurut Piter, diversifikasi energi harus menjadi perhatian utama mengingat Indonesia punya banyak opsi alternatif sumber energi yang belum optimal digunakan.

“Pemerintah sudah cukup lama mengupayakan diversifikasi energi tetapi kemajuannya sangat lambat. Tantangannya memang berat. Diversifikasi ini memerlukan pendalaman yang sangat besar,” kata dia.

Piter mengatakan, ada baiknya pemerintah mulai mengembangkan satu alternatif energi dari sekian pilihan ada. Beberapa di antara yang bisa dikembangkan yaitu jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga, energi panas bumi, DME, maupun energi terbarukan lainnya.