Menariknya, KEM-PPKF 2022 justru menyebut secara eksplisit target rasio dalam APBN 2021. Yaitu sebesar 41% atas PDB. Hal ini memang pelu dilakukan karena akan menjadi baseline prakiraan tahun 2022.
KEM-PPKF 2022 tidak menyajikan perhitungan rinci atas rasio tersebut. Namun, dinyatakan besaran asumsi PDB nominal tahun 2021, yaitu sebesar Rp17.665,8 triliun. Dari informasi ini, posisi utang akhir tahun sebenarnya dianggap sebesar Rp7.243 triliun.
Prakiraannya tampak sangat tidak realistis melihat perkembangan terkini dan postur APBN 2021 itu sendiri. Posisi utang pemerintah akhir 2020 dilaporkan dalam APBN Kita edisi Januari 2021, sebesar Rp6.075 triliun. Bersifat angka sementara, dan bersifat final ketika telah diaudit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Publikasi Bank Indonesia tentang Statistik Sistem Keuangan Indonesia edisi April 2021 telah menyebutnya sebesar Rp6.085 triliun. Hasil audit BPK bisanya tak berselisih jauh dari publikasi BI ini.
Postur APBN 2021 menyatakan pembiayaan utang sebesar Rp1.177 triliun. Pembiayaan utang merupakan rencana penambahan utang karena pengelolaan APBN tahun 2021.
Faktor kurs rupiah, terutama atas dolar Amerika belum diperhitungkan. Akan menambahnya, jika terjadi pelemahan rupiah antara posisi akhir tahun 2021 nanti dengan akhir tahun 2020. Jika kursnya diasumsikan setara, maka posisi utang pemerintah akhir tahun 2021 menjadi Rp7.262 triliun.
Sementara itu, asumsi PDB nominal tahun 2021 dalam APBN 2021 sebagaimana yang disebut dalam KEM-PPKF 2020 tampak sangat tidak realistis. Sebagaimana diketahui, PDB tahun 2020 hanya Rp15.434 triliun. Untuk mencapai Rp17.666 triliun dibutuhkan kenaikan sekitar 14,46%. Berarti juga pertumbuhan ekonomi lebih dari 10%, dengan tren laju inflasi sejauh ini.
KEM-PPKF 2022 tampak menyadarinya. Baseline PDB tahun 2021 yang kemudian dipakai sebagai dasar prakiraan adalah kisaran Rp16.532-Rp16.658 triliun. Jika diambil titik tengahnya, maka akan sebesar Rp16.595 triliun.
Dengan demikian, rasio utang pada akhir tahun 2021 dapat dihitung dari prakiraan posisi utang (Rp7.262 triliun) dibandingkan prakiraan PDB tahun 2021 (Rp16.595 triliun), yaitu sebesar 43,76%. Jauh lebih besar dari asumsi APBN 2021 yang 41% di atas. Dan masih diasumsikan kurs rupiah tidak berpengaruh signifikan.
Ternyata, target rasio tahun 2022 dari KEM-PPKF pun mesti dikritisi. Padahal, baseline PDB 2021 yang dijadikan dasar perhitungan telah disesuaikan dengan perkembangan terkini.
Prakiraan di kisaran 43,76- 44,28% yang disebut di atas berdasar asumsi PDB sebesar Rp17.913-Rp18.153 triliun. Meski masih tampak optimis, namun masih cukup realistis. Jika target masing-masing diambil titik tengahnya, PDB nominal dianggap akan tumbuh 8,67%.