Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Semangat Profetik Kuntowijoyo

Redaksi
×

Semangat Profetik Kuntowijoyo

Sebarkan artikel ini

SAYA ingin menukil sekilas Dr. Kuntowijoyo. Bukan maksud untuk mengultuskannya, tapi sebatas mengulik sosok Kunto yang kini nyaris terlupakan. Sejarawan kondang ini lahir di Bantul, Yogyakarta, 18 September 1943, yang kemudian dibesarkan di Ngawonggo, Ceper, Klaten.

Masa kecil Kunto dihabiskan di bawah gencarnya serangan Belanda yang bermaksud menguasai kembali Indonesia.

“Seumur itu saya ingat bahwa saya sering tidur di gua, dan sekali-sekali mendengar letusan bom; kakek dan ayah sering tidak pulang,” katanya mengenang sebagaimana termuat dalam Jurnal Ulumul Quran No. 4, Vo. V, tahun 1994. Pada 1950 ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat Negeri Ngawonggo.

Kunto kecil, sebagaimana lazimnya anak-anak desa, pergi ke surau untuk belajar agama hingga larut malam. Melalui aktivitas di surau inilah, ia berkenalan dengan Muhammadiyah. Surau tempat Kuntowijoyo beraktivitas, kebetulan milik ormas besar di negeri ini yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan.

Segera saja ia terlibat bersama HW (Hizbul Waton), sebuah organisasi kepanduan milik Muhammadiyah. Bakat menulis dan kegemarannya membaca sudah ia tunjukkan sejak kecil. Sejak duduk di SR, ia rajin mengunjungi perpustakaan Masyumi. Ia belajar menulis puisi bersama M. Saribi Arifin dan M. Yusmanan, dua gurunya di surau tempat ia belajar mengaji.

Pada tahun 1956, Kunto masuk SMP 1 Klaten. Ia mulai menulis cerita pendek ketika duduk di kelas tiga, tepat sehabis ujian. Kemudian masuk di SMA II A Surakarta.

Tahun 1962, masuk di Fakultas Sastra Jurusan Sejarah UGM, Yogyakarta. Pilihannya masuk jurusan Sejarah, betul-betul merupakan pilihan sadarnya tanpa arahan dari siapa pun. Dan, semasa mahasiswa, bersama teman-temannya, ia mendirikan Leksi (Lembaga Kebudayaan dan Seni Islam).

Pada tahun 1969, Kuntowijoyo berhasil menuntaskan studinya di UGM, dan kemudian diangkat sebagai staf pengajar di almamaternya itu. Selanjutnya, dengan beasiswa dari Fulbright, tahun 1973, Kunto melanjutkan studi ke The University of Connecticut USA hingga meraih gelar MA dalam American Studies.

Selanjutnya menempuh jenjang S-3 di Columbia University dengan beasiswa dari The Rockefeller Foundation. Pada 1980 Kunto berhasil meraih gelar Ph.D dengan disertasi Social Change in an Agrarian Society: Madura, 1850-1940. Disertasi ini telah diterbitkan oleh penerbit MataBangsa, tahun 2002 dengan judul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940.

“Paling tidak karena tempat ini belum dikerjakan orang. Tetapi alasan emosional saya ialah karena banyak teman berasal dari Madura dan daerah ini tempat tinggal orang Islam. Saya berharap dari sejarah Madura akan bisa belajar banyak.” paparnya kenapa ia memilih judul itu.

Disertasi Kunto tersebut pantas disebut sebagai salah satu karya terpenting dalam bidang sejarah sosial yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Bidang sejarah sosial, terutama di negeri ini, memang fenomena baru. Kesadaran akan sejarah ini penting, sebab akan membentuk persepsi bahwa sejarah itu bukan melulu sejarah politik.

Sejarah, bukan hanya sejarah raja-raja, tokoh-tokoh agung yang menghalau roda peristiwa, melainkan sejarah rakyat. Selain itu, sejarah sosial juga memberi peluang penafsiran sejarah dari sudut rakyat. Hal yang langka, di mana yang kita tahu, sejarah adalah milik penguasa.

Satu lagi yang menarik dari Kunto, bahwa ia kepingin bekerja sebagai pendeta. Dan memang bukan omong kosong, ia buktikan bahwa menjadi intelektual, harus berani tidak berkuasa, berani tidak berpangkat, dan berani tidak berharta.