Scroll untuk baca artikel
Kolom

Sepeda Guru

Redaksi
×

Sepeda Guru

Sebarkan artikel ini

KALA saya SD 1960-an, guru masih bersepeda, karena sepedamotor masih langka. Kami menunggu para guru datang untuk berebut membawakan sepedanya ke tempat sepeda. Banyak juga guru yang jalan kaki, dan kami berebut memberi hormat dengan mendekatinya sambil membungkuk.

Sekarang hampir semua guru bersepedamotor. Tentu siswa tidak bisa berebut, sebab guru dengan sepedamotornya langsung masuk ke tempat parkir. Juga, tentu, yang bermobil di tingkat SLTP atau SLTA, apalagi perguruan tinggi.

Riwayat sepeda guru mengisyaratkan satu budaya yang telah ditinggalkan. Budaya kewibawaan seorang guru, dan penghormatan siswa terhadap guru. Sepeda bukan sekadar alat transportasi, tapi juga simbol tegursapa siswa dan guru pada jamannya.

Sepeda pada era itu, ada yang bermerk Fongres atau Philips. Kami siswa SD membayangkan bisa memiliki sepeda yang dirawat dengan baik itu. Harapan itu kami pupuk dengan cara mengagumi sambil sekadar menyentuh atau membersihkan rodanya.

Roda sepeda dengan ruji-ruji spesifik, yang kala berputar mengingatkan tentang ujaran guru. Ujaran dengan simbol roda sepeda. Kalian lihat roda sepeda, ujar Pak Mar, lihat pentilnya saat berputar. Kadang pentil itu di bawah, di samping, di atas; begitulah hidup dan kehidupan yang mesti kalian perjuangkan dengan ilmu yang didapat di sekolah.

Lihatlah roda itu, ujar Bu Nur, kalian andai memilih mau jadi apanya. Jadi bannya, velg-nya, rujinya atau pentilnya. Jangan pernah menyepelekan pentil yang kecil, sebab ia sangat berguna bagi keseluruhan sepeda. Bahkan ada ujaran, small ia beauty, kecil itu indah.

Ajaran kecil itu indah kini telah langka, sebab orang lebih melihat hal-hal yang besar. Kebendaan bahkan telah mengalami pembesaran, meraksasa. Dan manusia-manusia jadi mengerdil, tenggelam di dalamnya. Harkat manusia menjadi nisbi dalam timbunan pendahsyatan benda-benda.

Memperingati hari guru, kita jadi ingat sesantinya yang mengajarkan makna hidup dan kehidupan, bukan sekadar pemujaan terhadap keindahan yang telah berubah menjadi kemewahan. Sepeda guru tinggal menjadi kenangan, bersama kewibawaan dan kehormatan yang telah berubah menjadi gengsi dan prestise.***