3. Adipati Karna
Adipati Karna memiliki nama lain Basukarna, putra dari Dewi Kunti. Kelahiran Karna akibat kesalahan Dewi Kunti membaca mantera Aji Pameling ajaran Resi Druwasa. Atas kesaktian Bathara Surya, bayi Karna dilahirkan melalui telinga, hingga Kunti tetap perawan.
Lalu Dewi Kunti menghanyutkan Karna ke Sungai Gangga dan ditemukan Rada seorang Sais atau kusir kereta Kerajaan Astina. Dari Ibunya Karna memiliki tiga saudara laki-laki lain dari ayanya, yakni Puntadewa, Bima dan Arjuna.
Adipati Karna sosok yang sakti dengan anugerah dari Resi Parasurama yang mendapatkan ajian Aji Kalakupa serta Aji Naracabala. Selain itu sejak kelahirannya Karna telah memiliki pusaka kadewatan, yaitu rompi Kawacayuda dan Cincin Socamaningrat.
Setelah hidup sederhana dibawah asuhan Ibu Rada, Karna diangkat menjadi Adipati Karna oleh Duryudana dan dinobatkan sebagai senopati atau panglima perang di kerajaan Hastinapura.
Adipati Karna sosok yang loyalis dan siap berjuang demi Negara dan bangsa, meski ia harus berperang melawan saudara-saudaranya.
Itulah tiga sosok tokoh pewayangan yang dapat dijadikan inspirasi tentang sosok yang cinta terhadap tanah air. Meski demikian KGPAA Mangkunagara IV menyadari bahwa ketiga tokoh tersebut juga memiliki kelemahan masing-masing.
Teks lengkap Serat Tripama
Berikut ini teks lengkap Serat Tripama dan terjemah bahasa Indonesia yang diambil dari Mas Kumitir.
SERAT TRIPAMA
Bait 1
Yogyanira kang para prajurit, lamun bisa sira anuladya, duk ing nguni caritane, andel ira Sang Prabu Sasrabahu ing Maespati, aran patih Suwanda, lalabuhanipun, kang ginelung triprakara, guna kaya purun ingkang den antepi, nuhoni trah utama.
Wahai semua prajurit, contohlah segala tingkah laku, kesetiaan dan ketaatan seorang senopati bernama Suwanda yang sangat dibanggakan, oleh sang Prabu Harjuna Sasrabahu di Maespati, yang mencakup tiga soal.
Pertama “Kepandalan (ilmu)”; Kedua “Kekayaan akan akal”, pikiran dan siasat peperangan dan Ketiga “Kebenaran” yang penuh dengan semangat patriotik; inilah yang disebut manusia utama.
Bait 2
Lire lalabuhan triprakawis, guna bisa sanes kareng karya, binudi dadya unggule, kaya sayektinipun duk bantu prang Manggada nagri, amboyong putri damas katur ratunipun, purune sampun tetela, aprang tanding lan ditya Ngaka nagri, Suwanda mati ngrana.
Adapun yang dimaksud dengan tiga contoh pengabdian tersebut, adalah guna (berarti) dapat melaksanakan segala hal, dan diusahakan menjadi keunggulannya, kaya (berarti) ketika (membantu) melakukan perang ke negara Magada, dan berhasil memboyong/merebut putri domas (Citrawati dan 800 pengiringnya) untuk dipersembahkan kepada rajanya dan purun/berani/kemauan adalah seperti tampak jelas di kala dengan gagah berani perang melawan raksasa (Rahwana) dari negri Alengka, dan Sumantri gugur dalam medan perang.
Bait 3
Wonten malih tuladan prayogi, satriya guna nagri ing Ngalengka, Sang Kumbakarna arane, tur iku warna diyu,suprandene nggayuh utami, duk wiwit prang Ngalengka, dennya darbe atur, Mring raka amrih raharja. Dasamuka tan kengguh ing aturyekti, mengsah wanara.
Ada lagi teladan yang patut dicontoh, seorang ksatria agung dari negeri Alengka, bernama Kumbakarna, walaupun ia berwujud raksasa, namun berbudi utama (luhur), sejak perang Alengka, ia selalu mengingatkan kepada kakaknya demi keselamatan negara, namun Rahwana tidak mau berubah pendiriannya untuk melawan prajurit kera.
Bait 4
Kumbakarna kinon mansah jurit, mring kang raka sira tan lenggana, nglungguhi kasatriyane, ing tekad datana sujud, amung cipta labuh nagari, lan noleh yayah rena nyang leluhuripun, wus mukti haning Ngalengka mangke, arsa rinusak ing bala kapti punagi mati ngrana.