BARISAN.CO – Di balik hiruk pikuk penanganan wabah Covid-19, ada yang bekerja dalam senyap. Dengan alat pelindung diri (APD) level 3, mereka mempertaruhkan keselamatan demi menolong pasien yang terjangkit virus Covid-19.
Menjadi tenaga kesehatan di masa pandemi menjadi tantangan berat bagi seluruh perawat di Rumah Sakit Dr. Abdul Radjak Salemba, Jakarta Pusat. Tidak hanya harus menahan panas berjam-jam menggunakan hazmat atau alat pelindung diri, para perawat juga harus rela jauh dari keluarga dan sanak saudaranya di kampung halaman.
Harun Lalihun, seorang perawat rantau asal Ambon, Maluku yang bertugas di rumah sakit tersebut berbagi cerita kepada Barisan.co tentang pekerjaannya dalam merawat pasien positif Covid-19.
“Saya sudah 5 bulan menjadi perawat di rumah sakit ini. Dengan tugas yang biasa saya kerjakan di antaranya melayani pasien Covid-19, keliling menanyakan keluhan ke tiap-tiap pasien, menyiapkan obat, hingga menulis perkembangan pasien,” ujar Harun, Senin (10/05/2021).
Ia bercerita selama kurang lebih 8 jam harus menggunakan pakaian hazmat di ruang isolasi Covid-19. Meski awalnya Harun merasa khawatir tertular virus saat ditugaskan di ruang isolasi Covid-19.
“Ya, rasa khawatir itu selalu ada, bahkan orang tua selalu mengingatkan untuk selalu menjaga kebersihan agar tidak tertular virus Covid-19 ini dari pasien,” kata Harun.
Seiring berjalannya waktu, rasa takut dan khawatir itu mulai hilang. Dia percaya selama dirinya mengikuti prosedur maka akan aman dari tertularnya virus dan penyakit tersebut.
“Dibutuhkan ketulusan, keikhlasan, dan percaya jika Allah tidak menghendaki kami tertular, Insya Allah kami semua akan aman,” pungkas Harun.
Untuk menjaga agar dirinya aman dari virus Covid-19, ia harus tetap menjaga jarak pada saat kontak dengan pasien positif. Lalu, setelah selesai jam bertugas, ia langsung mandi dan ganti baju di ruangan khusus sebelum meninggalkan rumah sakit.
“Yang pertama yaitu diusahakan selalu menjaga jarak pada saat kontak dengan pasien, yang kedua yaitu jangan lupa selalu mengganti handscoon (sarung tangan) setiap dari kontak dengan pasien, dan yang ketiga selalu berhati-hati pada saat kontak dengan pasien. Sebelum meninggalkan rumah sakit, saya akan mandi dulu dan ganti baju di ruangan khusus,” tambah Harun.
Tidak hanya itu, rasa sedih lainnya juga dialami Harun dikarenakan tidak bisa pulang ke kampung halamannya bertemu dengan keluarga dan sanak saudara.
“Idul Fitri tahun ini terasa sangat sepi dibandingkan tahun lalu, karena tahun ini dimana saya merasakan Idul Fitri seorang diri tanpa keluarga dan sanak saudara. Tidak bisa meminta maaf secara langsung kepada Ayah dan Ibu,” tutur Harun.
Menurutnya, setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk pulang kampung, apalagi di saat momen bahagia seperti saat ini. Namun dikarenakan tanggung jawabnya sebagai perawat yang sedang merawat para pasien Covid-19 begitu besar, maka ia mau tidak mau hanya bisa merayakan Lebaran Idul Fitri seorang diri di tanah rantau.
“Semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir, sehingga Lebaran tahun depan kita semua bisa berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara di kampung,” tutup Harun. [YSN]