Berkumpulnya kaum muslimin dalam melaksanakan shalat tarawih pada satu imam yang digagas oleh Umar RA (w. 23 H)berlangsung hingga saat ini dengan ragam jumlah rakaatnya. Ada yang 20 rakaat, ada yang 10 rakaat ada yang 8 rakaat dan mungkin ada yang selain tiga ragam tersebut. Lantas manakah yang benar di antara ragam-ragam tersebut?
Semua ragam yang disebutkan adalah benar, berlandaskan hadis shahih yang diriwayatkan imam Bukhari (w. 256 H), Nabi SAW bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (tarawih) karena beriman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu”.
Dalam hadis ini, Nabi SAW tidak membatasi jumlah rakaat shalat qiyam Ramadhan atau tarawih. Imam as-Suyuthi (w. 911 H) pun menegaskan bahwa hadis-hadis yang memiliki derajat shahih dan hasan yang sah untuk dijadikan dalil melaksanakan shalat tarawih dan kesunnahannya, tidak ada yang mengkhususkan jumlah rakaat shalat tarawih dalam artian tidak ada batasan rakaat –berlandaskan hadis, shahih dan hasan– dalam melaksanakan shalat tarawih, harus sekian rakat atau sekian. Jadi, baik 8 rakaat, 10 rakaat atau 20 rakaat semuanya benar.
Adapun waktu untuk melaksanakan shalat tarawih dimulai setelah melaksanakan shalat isya’ dan berakhir waktunya pada saat terbit fajar atau masuknya waktu shalat subuh.
Titik utama dari shalat tarawih bukanlah pembahasan berapa jumlah rakaat yang bisa dilaksanakan, melainkan nilai ibadahnya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, bagaimana seorang muslim menjadikan keistimewaan tarawih sebagai tangga untuk mencapai derajat kedekatan kepada-Nya dan memperoleh cinta- Nya. []
* Oleh: Mohammad Rakhisullah Tsani,
dinukil dari buku 30 Hari Menuju Takwa
(Serial Kultum Ramadhan)