Scroll untuk baca artikel
Opini

Pentingnya ‘Democratic Leadership’ Di Lingkungan Kerja

Redaksi
×

Pentingnya ‘Democratic Leadership’ Di Lingkungan Kerja

Sebarkan artikel ini

Oleh: Beta Wijaya

Membicarakan sebuah lingkungan kerja tentunya hal terpenting yang menjadi point of view adalah kepemimpinan. Soal kepemimpinan ini memiliki pengaruh besar terhadap kinerja dan keberlangsungan perusahaan.

Kepemimpinan sendiri dalam dunia kerja merupakan daya upaya creating conseptual framework dan aktualisasinya dalam menahkodai tim kerja guna tercapainya target dan keuntungan perusahaan.

Mengingat hal tersebut, betapa pentingnya hakikat kepemimpinan di lingkungan kerja. Maka dari itu bagi para leader mengerti tujuan kepemimpinan sendiri merupakan komponen bersifat absolut.

Democratic leadership saat ini menjadi tren sebuah style kepemimpinan di dunia kerja, terkhusus lagi bagi milenial yang ingin selalu tampil dengan kebebasan berekspresi, berpendapat, dan keinginan untuk di apresiasi. Sehingga secara naluriah lingkungan kerja akan terasa hidup apabila mengedepankan prinsip democratic dan meninggalkan cara-cara lama yang bersifat intimidatif hingga eksploitatif yang tak berujung efektif.

Mengingat secara demografis angka pertumbuhan penduduk terbesar adalah mereka yang berumur milenial. Dilansir dari data BPS sensus penduduk 2020 usia produktif di Indonesia capai 70, 72% atau setara dengan 191 Juta jiwa.

Selanjutnya porsi usia milenial dari keseluruhan jumlah penduduk diangka 25.87 %, dan diusia Gen Z atau mereka yang lahir di tahun 1997-2012 mencapai 27,94%.

Dari data tersebut mestinya harus disikapi juga oleh manajemen dan para leader perusahaan dalam membangun lingkungan kerja yang efektif dan efisien.

Tentunya apabila fenomena banyaknya jumlah tenaga kerja usia milenial tersebut  mendapat treatment yang tepat oleh para leader suatu perusahaan. Maka produktivitas perusahaan akan lebih meningkat dan akan terciptanya ruang lingkup kerja yang penuh dengan inovasi serta diskursus-diskursus yang membangun, baik secara peningkatan SDM pekerja, bahkan capaian perusahaan.

Dalam kultur demokrasi sendiri yaitu dari bersama, oleh bersama, dan untuk bersama-sama. Sehingga menandakan adanya sebuah sistemik kolaborasi dan mencakup pula adilnya fee yang diperoleh dan sebanding atas kontribusi.

Sebuah kolaborasi tentu adanya keterlibatan antar individu. Disinilah proses-proses aktualisasi para milenial timbul. Dan milenial akan sangat merasa diatensi apabila suara-suaranya didengar kan. Terlebih dijadikan pertimbangan atas pengembangan perusahaan, karena membicarakan kapabilitas bukan soal menyoal atasan atau bawahan, tua ataupun muda tapi membicarakan tingkat keilmuan diri, pengalaman, dan skill.

Selain itu ketika semua terlibat dan mendapat kesempatan sama, maka akan menumbuhkan juga sense of belonging di ruang kerja. Membangun lingkungan kerja yang produktif, memiliki kepercayaan dan saling menghargai serta kenyamanan.

Sehingga cara-cara intimidatif dan juga dikte dari atasan kepada bawahan tanpa menimbang usul bawahan, dan tidak memberi kesempatan bawahan untuk berekspresi, juga untuk didengar adalah cara kuno yang perlu segera di rombak bila menginginkan perusahaan hidup dan penuh semangat kerja yang nyata.