Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Terkini Politik & Hukum

Keliru Menggunakan Diksi, Pemerintah Perlu Belajar Lagi

:: Redaksi
13 Juli 2020
dalam Politik & Hukum
Achmad Yurianto (Foto: Kemenkes RI)

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto memberikan keterangan pers/Foto: Kemenkes RI.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Barisan.co – Jumat (10/7), Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengakui bahwa istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi Covid-19 adalah diksi yang salah.

Menurutnya, diksi yang benar adalah adaptasi kebiasaan baru.

“Diksi new normal itu sebenarnya di awal diksi itu segera kita ubah, waktu social distancing itu diksi yang salah, dikritik langsung kita ubah, new normal itu diksi yang salah, kemudian kita ubah adaptasi kebiasaan baru tapi echo-nya nggak pernah berhenti, bahkan di-amplify ke mana-mana, gaung tentang new normal itu ke mana-mana,” kata Yuri.

Hal ini pun memunculkan komentar beragam dari masyarakat. Memang, sejak awal istilah new normal dimunculkan, beberapa kelompok masyarakat menilai istilah tersebut tidak tepat bahkan salah saat pandemi seperti ini.

BACAJUGA

Anies Disiplinkan Pakai Masker, Pakar Kesehatan: Percuma Pakai Masker Jika Gak Bener

Kembali Diminta Perketat Prokes Gegara Covid-19 Varian Arcturus, Begini Gejalanya

21 April 2023
Arcturus

Masyarakat Percaya Diri Mudik di Tengah Varian Arcturus, ‘Sudah Belajar Banyak’

18 April 2023

Apa itu Diksi?

Diksi adalah pilihan kata untuk menyatakan sesuatu dengan tepat. Menurut Finoza (2006) diksi adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam suatuu tuturan bahasa. Dapat diartikan bahwa diksi merupakan upaya untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan situasi atau tempat kata-kata tersebut digunakan.

Sehingga perlu ketepatan dalam penggunaan diksi. Menurut Widjono (2007), indikator ketepatan diksi, yaitu: (1) mengomunikasikan gagasan berdasarkan diksi yang tepat dan sesuai kaidah bahasa Indonesia, (2) menghasilkan komunikasi yang paling efektif tanpa salah penafsiran atau salah makna, (3) menghasilkan respons pembaca atau pendengar sesuai harapan penulis atau pembicara, dan (4) menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.

Keraf (2008) menyampaikan terdapat 10 syarat ketepatan diksi, berupa; (1) membedakan makna denotasi dan makna konotasi secara tepat, (2) membedakan kata-kata yang hampir bersinonim secara cermat, (3) membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya, (4) menghindari kata-kata ciptaan sendiri.

Masih dari Keraf, (5) menggunakan akhiran asing secara tepat, (6) menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan pasangan yang benar, (7) menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat, (8) menggunakan kata-kara indra yang menunjukkan persepsi yang khusus, (9) memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal, dan (10) memperhatikan kelangsungan diksi.

Selain ketepatan, perlu diperhatikan kesesuaian diksi agar kata-kata yang digunakan tidak mengganggu suasana serta tidak menimbulkan ketegangan antara penulis dengan pembaca ataupun pembicara dengan pendengar.

Melalui akun twitter pribadi, wikipediawan Ivan Lanin @ivanlanin sendiri pernah menyoroti perihal istilah new normal pada 26 Mei yang isinya:

Saya pakai “kenormalan baru” sebagai #padanan “new normal”. “Normal baru” tidak dipakai karena “normal” dalam bahasa kita termasuk adjektiva, sedangkan dalam bahasa Inggris ia bunglon: bisa sebagai adjektiva; bisa pula sebagai nomina.

Alternatif: kewajaran baru; kelaziman baru.

Jika diperhatikan, bukan sekali ini saja pemerintah keliru dalam menggunakan diksi. Karena sebelumnya, presiden Jokowi juga mengatakan mudik dan pulang kampung memiliki makna yang berbeda. Menurutnya, pulang kampung adalah mereka yang kembali ke kampung karena tak ada pekerjaan di Ibu Kota. Sedangkan mudik adalah tradisi menjelang lebaran.

Pemerintah mungkin saja sedang kepusingan sehingga menjadi keliru dalam memilih diksi yang sesuai dengan kondisi saat ini. Namun, bukankah istilah new normal digaungkan pemerintah sejak bulan Mei lalu? Kenapa baru sekarang menyadari kekeliruan tersebut?

Memang belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. Di sini perlu disoroti pentingnya bagi pemerintah memahami diksi dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dapat dipahami oleh masyarakat luas. (Anatasia Wahyudi/Dmr)

Topik: Achmad YuriantoCovid-19New Normal
Redaksi

Redaksi

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

DPD ANIes Sragen
Politik & Hukum

Rumah Anies DPD ANIes Sragen Bertambah, Optimalkan 75 Hari Masa Kampanye

29 Mei 2023
Mengenal Teknik Reid dari Film Dokumenter Victim/Suspect
Politik & Hukum

Mengenal Teknik Reid dari Film Dokumenter Victim/Suspect

28 Mei 2023
Diisi Eks KPK hingga Najwa Shihab, Ini Tugas Tim Percepatan Reformasi Hukum Bentukan Mahfud
Politik & Hukum

Diisi Eks KPK hingga Najwa Shihab, Ini Tugas Tim Percepatan Reformasi Hukum Bentukan Mahfud

28 Mei 2023
Anies Pembangunan Jalan
Politik & Hukum

Anies Dilaporkan Polisi oleh GP Center, Pengamat: ‘Relawan Ganjar Tidak Siap Adu Gagasan’

24 Mei 2023
Aliran Dana Korupsi di Kominfo Ditelusuri, Begini Nasib Partai Jika Terbukti Terlibat
Politik & Hukum

Aliran Dana Korupsi di Kominfo Ditelusuri, Begini Nasib Partai Jika Terbukti Terlibat

17 Mei 2023
Caleg Artis
Politik & Hukum

Pemilu 2024 Bertaburan Caleg Artis, Siapa Saja?

15 Mei 2023
Lainnya
Selanjutnya
Denny Siregar

Doxing Bukan Hanya Dialami Denny Siregar

Pelatihan Youtube

Gratis, Pelatihan YouTube untuk Pemula

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Bahlil Lahadalia Menjadi Pengusaha
Terkini

Bahlil Lahadalia Ajak Lulusan Universitas Paramadina Menjadi Pengusaha

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Orasi ilmiah "Kebijakan Investasi untuk Mencapai Indonesia yang Sejahtera"

Selengkapnya
kandungan gizi tempe

Kandungan Gizi Tempe, Berikut Cara Menggoreng yang Baik dan Renyah

1 Juni 2023
korupsi dan ideologi

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

1 Juni 2023
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023

Poster Perhatikan Kebutuhan Pokok Bukan Terus Merokok, Mahasiswa Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia

1 Juni 2023
ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

1 Juni 2023
Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

1 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

korupsi dan ideologi
Opini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Korupsi dan ideologi

Selengkapnya
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
Mengawasi Black Campaign

Penguatan Peran Bawaslu dalam Mengawasi Black Campaign di Sosial Media pada Pilpres 2024

31 Mei 2023
Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

30 Mei 2023
Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

29 Mei 2023
Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

29 Mei 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang