Sebelum mengetahui dari tulisan atau penyampaian para ahli, arti penting sarapan telah saya dengar dari kakek, yang kebetulan pandai memijat. Beliau memiliki pengetahuan yang baik tentang anatomi tubuh. Oleh karena sering menghabiskan liburan panjang semasa SD hingga SMP di rumah beliau di Jombang, saya selalu ingat salah satu pesan beliau. “Sarapan harus, tidak boleh tidak. Kalau makan siang boleh terlambat. Karena sepanjang malam perut kita kosong. Ketika sudah pagi, kalau mengabaikan sarapan, perut bertambah lama kosongnya,” kata beliau.
Beliau juga menjelaskan tentang usus yang terus bekerja, sehingga dapat menggerus dinding usus yang kosong. Akibatnya, berkembang menjadi sakit maag atau lambung. Dikatakan pula oleh beliau, jika tidak sarapan maka tidak ada makanan yang diproses menjadi gula darah untuk disampaikan ke otak. Padahal otak sedang membutuhkannya untuk berpikir. Anak yang tidak sarapan akan mudah pusing dan kurang konsentrasi.
Dengan wejangan seperti itu saya terbiasa sarapan dan kebiasaan ini diteruskan kepada anak-anak. Perihal sarapan pernah ditanyakan seorang guru di kelas waktu Ira kelas 3 SMA. Jawaban teman-temannya bervariasi. Ada yang nasi goreng, nasi telur mata sapi, nasi dan mie rebus, serta ada yang tidak sarapan. Pada waktu itu, sarapan Ira berupa nasi, sayur, ikan asin, dan tempe. Gurunya pun memuji Ira sebagai anak pintar. [rif]