Scroll untuk baca artikel
Kisah Umi Ety

Memberi Makanan yang Sehat dan Bergizi untuk Anak (Bagian Satu)

Redaksi
×

Memberi Makanan yang Sehat dan Bergizi untuk Anak (Bagian Satu)

Sebarkan artikel ini

Saya sendiri sebelum menikah bukan lah orang yang suka dan pandai memasak, sehingga proses belajar justeru memberi gairah tersendiri dan terasa menyenangkan. Kebetulan pula ketika anak-anak masih kecil, keluarga kami belum memiliki penghasilan yang besar. Saya terdorong untuk lebih kreatif dan pandai memilih makanan yang sehat namun tetap terjangkau.

Tampaknya tantangan terkini bertambah bagi para ibu, dengan tersedianya berbagai makanan instan yang mudah diperoleh dan cukup murah. Para ibu muda pun seolah mengirit waktunya untuk bisa melakukan kegiatan lain. Namun, banyak makanan tersebut yang kurang sehat atau bergizi.

Kebiasaan dalam hal makan yang selalu saya jaga adalah memberi sarapan pada anak-anak hingga usia remaja. Sebagian orang tua mungkin kurang menekankan hal ini. Berbagai alasan yang sering didengar antara lain: ingin buru-buru sampai sekolah, sudah terlambat, ingin bermain dulu dengan teman-teman sebelum masuk kelas, ingin mengerjakan tugas yang terlupa, atau karena merasa belum lapar.

Sebelum mengetahui dari tulisan atau penyampaian para ahli, arti penting sarapan telah saya dengar dari kakek, yang kebetulan pandai memijat. Beliau memiliki pengetahuan yang baik tentang anatomi tubuh. Oleh karena sering menghabiskan liburan panjang semasa SD hingga SMP di rumah beliau di Jombang, saya selalu ingat salah satu pesan beliau. “Sarapan harus, tidak boleh tidak. Kalau makan siang boleh terlambat. Karena sepanjang malam perut kita kosong. Ketika sudah pagi, kalau mengabaikan sarapan, perut bertambah lama kosongnya,” kata beliau.

Beliau juga menjelaskan tentang usus yang terus bekerja, sehingga dapat menggerus dinding usus yang kosong. Akibatnya, berkembang menjadi sakit maag atau lambung. Dikatakan pula oleh beliau, jika tidak sarapan maka tidak ada makanan yang diproses menjadi gula darah untuk disampaikan ke otak. Padahal otak sedang membutuhkannya untuk berpikir. Anak yang tidak sarapan akan mudah pusing dan kurang konsentrasi.

Dengan wejangan seperti itu saya terbiasa sarapan dan kebiasaan ini diteruskan kepada anak-anak. Perihal sarapan pernah ditanyakan seorang guru di kelas waktu Ira kelas 3 SMA. Jawaban teman-temannya bervariasi. Ada yang nasi goreng, nasi telur mata sapi, nasi dan mie rebus, serta ada yang tidak sarapan. Pada waktu itu, sarapan Ira berupa nasi, sayur, ikan asin, dan tempe. Gurunya pun memuji Ira sebagai anak pintar. [rif]