Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Pancasila, Pemersatu atau Pembuat Gaduh Bangsa?

:: Opini Barisan.co
7 Juli 2020
dalam Opini
Rut Sri Wahyuningsih

Rut Sri Wahyuningsih

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

(Institut Literasi dan Peradaban)

Barisan.co – Menurut Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, terbukti dengan Pancasila Indonesia bersatu dan mampu menghadapi berbagai ujian sejarah seperti kemampuan memadamkan pemberontakan PKI, DI/TII, Permesta, Pemberontakan RMS, dan lain-lain. Kelahiran Pancasila bahkan mampu terus menggelorakan semangat pembebasan dari segala bentuk penjajahan, khususnya Kapitalisme dan Imperialisme

“Terbukti dengan Pancasila Indonesia bersatu untuk semua dan setiap warga negara setara. Dengan Pancasila kita selalu satu, berbeda dengan Yogoslavia, Uni Soviet yang terpecah belah, juga Yaman, Irak, Suriah dan lain-lain yang terus dihadapkan pada krisis akibat perang yang tidak kunjung usai. Karena itulah adanya falsafah hidup, falsafah dasar, dan juga alat pemersatu seperti Pancasila selalu kita syukuri,” tutur Hasto (sindonews.com, 5 Juli 2020)

BACAJUGA

tidak kenal pancasila

Budhy Munawar Rachman: Generasi Milenial dan Gen Z Tidak Kenal Baik Pancasila

4 Juni 2023
Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

3 Juni 2023

Hasto melanjutkan, dengan ideologi yang menjadi pemersatu tersebut, jelaslah bahwa Pancasila terbukti efektif menjadi dasar dan tujuan kehidupan berbangsa.

“Melalui Pancasila pula kita tegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, bukan negara komunis, bukan negara teokrasi, bukan liberal, dan bukan fasisme. Indonesia adalah negara Pancasila, suatu konsepsi negara kebangsaan yang berdiri di atas paham individu atau golongan,” ujar dia.

Hasto juga menyatakan, dengan Pancasila pula kita mampu mengatasi berbagai paham yang antiketuhanan dan antikemanusiaan.

“Berbagai bentuk bom bunuh diri sebagaimana terjadi di Kota Surabaya pada tahun 2018 adalah contoh paham yang buta terhadap nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” ujarnya.

Kita tahu bahwa pendapat beliau tak sepenuhnya benar, sebab jika Pancasila dianggap pemersatu, apa tindakan yang diambil pemerintah terhadap gerakan Papua Merdeka (OPM) yang dipersenjatai asing dan makin ngawur menyerang penduduk asli berikut para polisi penjaga kedaulatan negara? Tutup matakah beliau bagaimana Timor timur yang kini menjadi Timor Leste terpisah dari negara kesatuan Republik Indonesia?

Sila kedua kemanusiaan Yang adil dan beradabpun patut dipertanyakan apakah sudah benar-benar diterapkan? Jika jawabnya sudah,  mengapa negara memilih New Normal life di saat kurva penularan pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya bahkan bermunculan cluster-cluster baru? Apakah pertumbuhan ekonomi lebih penting dari nyawa rakyatnya?

Tak sedikit yang meregang nyawa karena terlambat penanganannya, mahalnya alat tes Rapid, langkanya masker, mahalnya APD, sedikitnya waktu istirahat para nakes demikian juga insentif mereka yang dijanjikan pemerintah tak kunjung cair, fullnya kapasitas rumah sakit, mahalnya BBM, naiknya BPJS, ongkos transport umum berikut BBM yang naik. Mengapa pemerintah mengabaikan semua itu dan menjadikan kemanusiaan hanya khayali.

Lebih parah lagi ketika ketika mengatakan bahwa negara ini bukan sekulerisme, lantas siapa yang begitu ngotot ingin mengubah lima sila menjadi Trisila Kemudian menjadi Ekasila, dengan pernyataannya,” Ketuhanan yang Berkebudayaan”. Bagi kaum Muslim yang demikian itu adalah dosa yang  luar biasa.  Apakah ini tanda bahwa sekjen PDIP sedang menjadi tameng bagi partainya yang memang akhir-akhir ini terpojok?

Bukti kesekian yang tak  terelakkan, Pancasila ternyata belum final, setelah dirumuskan oleh Soekarno nyatanya masih butuh diperas untuk disempurnakan. Bagaimana mungkin hal yang menjadi landasan sekaligus ideologi negara ini adalah sesuatu yang mudah hilang. Lantas menghilangkan sila pertama, terbayang betapa marahnya kaum muslim dan para ulamanya. Seakan menghilangkan sejarah bahwa kaum Muslimah yang terbanyak menyumbang kemerdekaan.

Kegaduhan ini semestinya sudah selesai, sebab, mereka yang teriak paling Pancasilais pun tak mampu menghentikan laju pandemi Covid-19 dan meringankan beban rakyat. Saatnya mengganti dengan sistem yang baku, tak mudah diganti bahkan diperas, yaitu Islam. Wallahu a’ lam bish showab.

Topik: EkasilaNew NormalPancasilaTrisila
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?
Opini

Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?

3 Juni 2023
Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan
Opini

Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

3 Juni 2023
Hutan atau Emas?
Opini

Hutan atau Emas?

3 Juni 2023
Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan
Opini

Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan

2 Juni 2023
korupsi dan ideologi
Opini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang
Opini

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
Lainnya
Selanjutnya
lurah meteseh

Rangking 2 Kasus Covid, Pisah Sambut Lurah Meteseh

Anatasia

Karangan Bunga di Balaikota, Salah Alamat!

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Keliru, Anggapan Transportasi Daring Buka Lapangan Kerja Baru
Sorotan Redaksi

Getirnya Perjuangan Driver Ojol

:: Anatasia Wahyudi
4 Juni 2023

Pemerintah perlu tegas dalam memberlakukan aturan agar driver ojol terlindungi. BARISAN.CO - Kesuksesan aplikasi ojol (ojek online) tak diiringi dengan...

Selengkapnya
tidak kenal pancasila

Budhy Munawar Rachman: Generasi Milenial dan Gen Z Tidak Kenal Baik Pancasila

4 Juni 2023
Memanggil Pulang

Memanggil Pulang yang Bernama Kesejahteraan – Cerpen Langit Biru Asmaradhana

4 Juni 2023
lembaran cinta

Lembaran Cinta

4 Juni 2023
pendengar

Pendengar Pertama

4 Juni 2023
Tazkiyatun Nafs

Tazkiyatun Nafs Menurut Al-Quran, Berikut Pandangan Ustadz Adi Hidayat

4 Juni 2023
LRT Bali

Menghitung Untung Rugi Bikin LRT di Pulau Bali

3 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

Keliru, Anggapan Transportasi Daring Buka Lapangan Kerja Baru
Sorotan Redaksi

Getirnya Perjuangan Driver Ojol

:: Anatasia Wahyudi
4 Juni 2023

Pemerintah perlu tegas dalam memberlakukan aturan agar driver ojol terlindungi. BARISAN.CO - Kesuksesan aplikasi ojol (ojek online) tak diiringi dengan...

Selengkapnya
Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?

Anies Pilih Duduk di Tribun Formula E daripada di VVIP yang Gratisan?

3 Juni 2023
Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

Pancasila Titik Temu Antara Keislaman dan Keindonesiaan

3 Juni 2023
Hutan atau Emas?

Hutan atau Emas?

3 Juni 2023
Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan

Politik Kreatif Anies Membongkar Kedok Politik Pencitraan

2 Juni 2023
korupsi dan ideologi

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang