Scroll untuk baca artikel
Blog

Soal Mandalika, Indonesia Perlu Belajar Memahami Pelanggaran HAM

Redaksi
×

Soal Mandalika, Indonesia Perlu Belajar Memahami Pelanggaran HAM

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Mandalika resmi ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 untuk menjadi KEK Pariwisata. Dengan luas area 1.035,67 Ha., Kawasan ini ditargetkan mendapatkan investasi sebanyak Rp 40 T yang dapat menyerap 58,700 tenaga kerja hingga tahun 2025.

Awalnya, pemerintah berencana mengadakan MotoGP 2021 di Mandalika, namun batal digelar akibat pandemi yang belum jua dapat dikendalikan.

Dibalik itu semua, United Nations menyoroti pelanggaran HAM yang terjadi disana. Dalam rilisnya, pada 31 Maret lalu, Para ahli menyebut selain penduduk setempat mendapat ancaman, intimidasi, serta pengusiran tanpa kompensasi. ITDC juga disebut belum ada upaya untuk membayar kompensasi atau pun menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi di Mandalika.

Hingga rilis itu diturunkan, proyek KEK telah mendapatkan investasi swasta yang dikelola oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) senilai lebih dari US$1 M. Para ahli mengingatkan sejarah kelam pelanggaran HAM dan perampasan tanah di Mandalika. Selain itu, semua pihak yang terlibat baik pemerintah, ITDC, AIIB, perusahaan swasta, serta negara asal dari perusahaan swasta yang terkait dianggap ikut serta atas pelanggaran HAM yang terjadi karena gagal untuk mencegah dan menangani risiko yang ada.

Pakar PBB bidang kemiskinan ekstrim dan HAM, Olivier De Schutter menyampaikan jika proyek Mandalika menjadi uji komitmen pemerintah Indonesia terhadap SDGs dan kewajiban HAM. De Schutter menambahkan bahwa pembangunan pariwisata skala besar itu menginjak-injak HAM yang tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

De Schutter juga menjelaskan sirukit balap dan proyek infrastruktur parawisata transnasional secara besar-besaran hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi dibandingkan populasi secara keseluruhan. Ia menyarankan pemerintah seharusnya fokus terhadap pemberdayaan masyarakat lokal, meningkatkan mata pencaharian dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. De Schutter juga mendesak investor untuk tidak membiayai maupun terlibat dalam proyek dan kegiatan yang dianggap berkontribusi terhadap penggaran serta penyalahgunaan HAM.

Bantahan Pemerintah dan Kenyataan di Lapangan

Menanggapi pernyataan UN, Ketua MPR RI sekaligus Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI), Bambang Soesatyo menampik tuduhan yang dilayangkan. Hal itu disampaikan pada Sabtu (10/4/2021).

Menurut Bambang tidak ada satu pun pelanggaran HAM atau tindakan paksa merampas tanah warga yang terdampak pembangun KSPN Mandalika. Ia juga menegaskan jika semua berjalan dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku karena Komnas HAM tidak pernah menyebutkan adanya pelanggaran HAM disana.

Namun, hal itu kontras dengan laporan Mongabay. Disebutkan setelah Mandalika menjadi KEK, banyak warga yang tergusur, tidak ada manfaat yang dirasakan, dan justru semakin terpinggirkan. Selain itu juga, akses jalan yang terbatas membuat banyak orang tidak dapat mengakses pekerjaan dan beberapa kehilangan lapangan pekerjaan. Ditambah, akibat pembabatan pepohonan, berkurangya rawa dan mangrove membuat Kawasan sekitar menjadi banjir.

Selain itu juga, dikutip dari majalah Tempo pada 2 Oktober 2020, Komisioner Komnas HAM  Beka Ulung Japsara mencatat ada 16 bidang lahan yang diadukan sehingga ia meminta proyek tersebut dihentikan. Berdasarkan laporan yang dicatat Komnas HAM saat itu ada kasus salah bayar ganti rugi bahkan ada yang belum menerima ganti rugi, namun rumahnya sudah diratakan oleh tanah.

Meskipun pada Maret lalu, ITDC telah menggelontorkan dana Rp 27 M untuk pembayaran ganti untung atas pengadaan tanah kepada 10 pemilik lahan enclave yang berada di wilayah penetapan lokasi 2 jalan Kawasan Khusus The Mandalika yang akan digunakan sebagai lokasi seri balap MotoGP dan WBSK. Namun, seakan pernyatan Bamsoet diatas memang menjadi cerminan pemerintah dalam mengatasi pelanggaran HAM.