Scroll untuk baca artikel
Pojok Bahasa & Filsafat

Tembang Dhandhanggula: Arti, Watak dan Contohnya

Redaksi
×

Tembang Dhandhanggula: Arti, Watak dan Contohnya

Sebarkan artikel ini

Penjelasan tentang Tembang Dhandhanggula lengkap dari arti, watak dan contohnya. Bahwasanya Tembang Dhandhanggula berasal dari kata gegadhangan yang memiliki arti harapan atau cita-cita

BARISAN.CO – Tembang merupakan sajak atau puisi jawa yang memiliki irama dan nada, sehingga dapat dilagukan. Adapun tembang jawa yang sudah dikenal yakni tembang macapat yang memiliki beragam jenis. Namun kali ini akan membahas tentang tembang macapat ketujuh yakni tembang dhandhanggula.

Perlu diketahui bahwa tembang macapat ada beragam jenis sebut saja: tembang maskumbang, tembang mijil, tembang kinanthi, tembang sinom, tembang asmaradana, tembang gambuh, tembang dhandanggula dan tembang durma.

Tembang Dhandhanggula berasal dari kata “Gegadhangan”dalam bahasa Jawa yang artinya cita-cita, harapan, atau angan-angan, dan kata “Gula” yang berarti manis atau indah.

Jadi, Dhandhanggula artinya berupa cita-cita dan harapan yang indah.

Selain memiliki arti cita-cita dan harapan indah, beberapa kalangan juga megartikan Dhandhanggula berasal dari kata “dhandang” yaitu burung gagak.

Sebagai perlambang duka, serta kata “gula” yang artinya manis. Sehingga Dhandhanggula dapat diartikan sebagai suka duka dalam perjalanan hidup hingga mencapai cita-cita dan kebahagiaan.

Watak Tembang Dhandhanggula yaitu bersifat universal dan luwes serta merasuk hati. Maksudnya adalah Tembang Dhandhanggula ini dapat digunakan untuk menuturkan kisah suka maupun duka dalam kehidupan manusia.

Tembang Dhandhanggula memiliki Guru Gatra: 10 baris setiap bait (Artinya tembang Dhandhanggula ini memiliki 10 larik atau baris kalimat).

Guru Wilangan Tembang Dhandhanggula yaitu: 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7 (Artinya baris pertama terdiri dari 10 suku kata, baris kedua berisi 10 suku kata, dan seterusnya).

Dan Guru Lagu Tembang Dhandhanggula yaitu: i, a, e, u, i, a , u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris kedua berakhir vokal a, dan seterusnya).

Contoh Tembang Dhandhanggula

1) Yogyanira kang para prajurit

Lamun bisa samiyo anuladha
Duk ing nguni caritane
Andelira sang Prabu
Sasrabau ing Maespati
Aran Patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purun ingkang den antepi
Nuhoni trah utama

Artinya:
Sepantasnya para prajurit
Hendaknya bisa mencontoh
Seperti cerita zaman dahulu
Kepercayaan Sang Prabu
Sasrabau di Maespati
Bernama Patih Suwondo
Lelabuhannya
Yang dibingkai tiga perkara
Berguna seperti mau dipegang teguh
Meniru keluarga utama.

2) Langkung ana jamane narpati,

nora nana pan ingkang nanggulang,
wong desa iku wadale,
kang duwe pajek sewu,
pan sinuda dening Narpati,
mung metu satus dinar,
mangkana winuwus,
jamanira pan pinetang,
apan sewu wolungatus anenggih,
ratune nuli sima.

Artinya:
Lebih aman zamannya raja,
Tidak ada yang menghalangi,
Orang desa itu biasanya,
Yang mempunyai pajak seribu,
Dikurangi oleh Sang Prabu,
Hanya keluar seratus dinar,
Begitu akhirnya,
Zamannya tidak ada hitungan,
Hanya seribu delapan ratus nilainya,
Rajanya akhirnya hilang.

3) Hang tekan kadhatone sami,

Nuli rusak iya nungsa Jawa,
Nora karuwan tatane,
Pra nayaka sadarum,
Miwah manca negara sami,
Pada sowang-sowangan,
Mangkana Winuwua,
Mangka Allahu tangala,
Anjenengken Sang Ratu Asmara kingkin,
Bagus maksih taruna.
(Jaya Baya, Ramalan Musabar)

Artinya:
Hilang sampai kerajaan semua,
Kemudian rusak karena orang Jawa,
Tidak karuwan adatnya,
Para abdi dalem semua,
Juga negara tetangga,
Pada silaturahmi,
Begitu katanya,
Kemudian Allah S.W.T.
Menamakan Sang Ratu Asmara Kingkin,
Cakap masih muda.

4) Iku mulih jenenge Narpati,

Wadya punggawa sujud sadaya,
Tur padha rena prentahe,
Kadhatone winuwus,
Ing Kediri ingkang satunggil,
Kang siji tanah Ngarab,
Kartajamanipun,
Duk samana pan pinetang,
Apan sewu lwih sangang atus anenggih,
Negaranira rengka.
(Jaya Baya, Ramalan Musabar)