Scroll untuk baca artikel
Berita

Utang Sektor Publik Tembus Rp20.000 Triliun! Ekonom: Sudah Setara 100% dari PDB

×

Utang Sektor Publik Tembus Rp20.000 Triliun! Ekonom: Sudah Setara 100% dari PDB

Sebarkan artikel ini
Utang sektor publik Indonesia
Ilustrasi/Barisan.co

Jika dibandingkan dengan PDB, rasio utang sektor publik juga mengalami kenaikan signifikan. Pada 2014, rasionya masih berada di angka 54,68%, tetapi meningkat menjadi 77,22% pada akhir 2024. Meskipun lebih rendah dibandingkan tahun 2020 (79,12%) dan 2021 (79,21%), rasio ini masih jauh di atas angka awal pemerintahan Jokowi.

Menurut Awalil, jika seluruh komponen utang dihitung sesuai dengan definisi yang ditetapkan Bank Indonesia, maka posisi utang sektor publik akan mencapai Rp20.000 triliun dengan rasio mencapai 100% dari PDB. Artinya, jumlah utang akan setara dengan total nilai ekonomi Indonesia dalam satu tahun.

“Ini menjadi indikasi serius bagi kebijakan fiskal ke depan. Dengan utang sebesar ini, beban pembayaran bunga dan cicilan pokoknya akan semakin besar,” tambahnya.

Salah satu kendala utama dalam perhitungan utang sektor publik adalah masih adanya data yang belum tercakup dalam SUSPI. Bank Indonesia mengakui bahwa beberapa institusi, seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan sebagian besar BUMN, belum seluruhnya dimasukkan dalam laporan tersebut.

Sebagai contoh, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 mencatat total utang BUMN di bawah Kementerian BUMN mencapai Rp8.137,67 triliun, sementara utang perusahaan negara di bawah Kementerian Keuangan sebesar Rp152,35 triliun.

Jika digabungkan, totalnya mencapai Rp8.290,02 triliun, lebih tinggi dibandingkan angka yang tercatat dalam SUSPI.

Selain itu, posisi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencapai Rp923,53 triliun pada akhir 2024 juga belum secara rinci dikategorikan dalam laporan SUSPI. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah utang yang sesungguhnya bisa lebih besar dari data resmi yang ada.

“Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam pelaporan utang sektor publik agar risiko fiskal bisa dikelola dengan lebih baik,” pungkas Awalil. []