Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Membudayakan Pancasila

Redaksi
×

Membudayakan Pancasila

Sebarkan artikel ini

Namun, cita pendidikan yang berkebudayaan tersebut terkendala oleh tingkat keberaksaraan rendah dan kecupetan erudisi. Hal itu karena, pertama masih mengakarnya vokasionalisme, yakni suatu konsep utilitarian dari lembaga-lembaga pendidikan yang menekankan keterampilan teknis.

Pendidikan yang berorientasi pada pemenuhan stok tenaga kerja siap pakai. Kedua, terpaan luas dan intens dari multimedia, khususnya media sosial. Penggunaan media sosial dapat dikatakan sebagai literasi semu.

Meskipun aktivitasnya memerlukan kemampuan baca-tulis, tetapi hakikat penggunaannya merupakan perpanjangan dari tradisi lisan. Banjir media digital memang sedikit menolong pengembangan olah karsa, tapi selebihnya merupakan racun buat olah pikir, olah rasa, dan olah raga.

Padahal untuk bisa mengambil manfaat dari kemajuan peradaban yang mengalir deras lewat arus globalisasi, pendidikan harus mampu merawat dan menyuburkan kapabilitas kreativitas-inovatif dan karakter pembelajar seperti literasi, numerasi, melek sains dan teknologi, dan penalaran praktis. Pendidikan mesti sanggup mendayakembangkan nalar etis, nalar literasi, dan nalar ilmiah yang kuat.

Sekira tidak, transformasi pendidikan yang berkebudayaan itu benar-benar  sekadar angan kosong. Pendidikan yang berkebudayaan akan menguap tertelan kelam tatkala rasa saling percaya di tengah lingkungan masyarakat lemah lantaran minus etis, daya baca cetek, tradisi ilmiah dangkal, hoaks merajalela dan ujaran kebencian merebak.

Maka, tidak bisa tidak cakupan pendidikan yang berkebudayaan adalah menangkal tendensi budaya kedangkalan oleh perhatian yang berlebihan terhadap tuntutan-tuntutan praktis.

Pendidikan yang berkebudayaan adalah memupuk ajaran welas asih Tuhan yang Maha Tak Terhingga. Pendidikan yang berkebudayaan ialah menginsafi segala makhluk sebagai ciptaan Tuhan. Bahwa semua manusia dipandang setara dan bersaudara. Kemudian cita rasa kemanusiaan itu akan bermakna sejauh bisa dibumikan dalam konteks keindonesiaan.

Ya, suatu pendidikan yang meniscayakan kesediaan pembelajar untuk menjaga harmoni keberagaman etnis, ras, dan bahasa dalam kebersamaan, dalam persatuan.

Pendidikan yang berkebudayaan juga berarti respek terhadap otoritas kerakyatan, otoritas permusyawaratan, dan otoritas pemangku kebijakan yang penuh hikmat, penuh bijaksana.

Pendidikan yang berkebudayaan adalah pemuliaan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kepantasan. Alhasil, pendidikan yang berkebudayaan tak lain tidak bukan sebagai upaya transformasi nilai-nilai Pancasila. Dan, Yudi Latif konsisten mengusung gagasan ini, setidaknya begitulah yang terukir dalam Pendidikan yang Berkebudayaan.