Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Sejarah Lahirnya Pancasila, Piagam Jakarta Hingga Menjalankan Syariat Islam

Redaksi
×

Sejarah Lahirnya Pancasila, Piagam Jakarta Hingga Menjalankan Syariat Islam

Sebarkan artikel ini

Usulan Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 mengenai materi lima dasar negara maupun namanya, kedudukannya masih merupakan usul perseorangan. Begitupun juga dengan usulan dari Moh. Yamin, Dr. Soepomo dan lain-lain dengan demikian istilah Pancasila pada waktu itu merupakan nama bagi lima dasar negara yang diusulkan Ir. Soekarno kepada badan penyelidik dan belum menjadikan keputusan.

Sidang masa pertama badan penyelidik diakhiri pada tanggal 1 Juni 1945. Selanjutnya, untuk memperlancarkan kerja badan penyelidik dibentuklah sebuah panitia kecil. Panitia kecil ini disebut panitia 8 (delapan) yang terdiri dari:

  1. Ir. Soekarno sebagai ketua, dengan anggota-anggota:
  2. Ki Bagus Hadikusumo
  3. KH. Wachid Hasjim
  4. Mr. Muhammad Yamin
  5. Soetardjo
  6. Mr. A.A. Maramis
  7. Otto Iskandardinata
  8. Drs. Mohammad Hatta

Sidang kedua (II) Badan Penyelidik, acara pada hari pertama adalah mendengarkan laporan Panitia Kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidang dilaporkan bahwa hampir semua anggota menghendaki agar diusahakan Indonesia merdeka selekas-lekasnya. Maka Panitia Kecil mengusulkan:

  1. Badan Penyelidik ini menentukan bentuk negara dan hukum dasar negara
  2. Minta lekas dari Pemerintah Agung di Tokyo pengesahan hukum dasar itu dan minta agar dengan selekas-lekasnya diadakan Badan Persiapan Kemerdekaan yang kewajibannya ialah sekedar menyelenggarakan Negara Indonesia Merdeka di atas hukum dasar yang ditentukan oleh Badan Penyelidik, serta melantik Pemerintah Nasional
  3. Soal tentara kebangsaan dan soal keuangan.
Negara dan Agama

Panitia kecil mengalami kesulitan mempertemukan pendapat dari golongan kebangsaan dan golongan Islam.

Tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara panitia kecil dengan anggota badan penyelidik yang tinggal di Jakarta sehingga berjumlah 38 orang. Panitia kecil tersebut berhasil mengkompromikan dua golongan dalam persoalan dasar negara.

Rapat gabungan ini kemudian membentuk lagi panitia kecil yang terdiri dari 9 (sembilan) orang anggota, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Cokro Suyoso, Abdul Kahar Muzakkir, H.A. Salim, Mr. Ahmad Subardjo, KH. A. Wahid Hasyim dan Mr. Moh. Yamin.

Pada hari itu juga. Tercapailah satu persetujuan bersama yang diterangkan dalam bentuk naskah-naskah Rancangan Pembukaan UUD.

Pada tanggal 10 Juni 1945 di hadapan badan penyelidik, Ir. Soekarno melaporkan beratnya tugas panitia sembilan dengan adanya perbedaan pendapat antara dua kelompok anggota dan kemudian dia menyampaikan kesepakatan yang telah dicapai.

Pidatonya itu Soekarno melaporkan:

Allah Subhana wa Ta’ala memberkati kita.

Sebenarnya ada kesukaran mula-mula, antara golongan yang dinamakan Islam dan golongan yang dinamakan golongan kebangsaan. Mula-mula ada kesukaran mencari kecocokan paham antara kedua golongan ini, terutama yang mengenai soal agama dan negara, tetapi sebagai tadi saya katakan, Allah Subhana wa Ta’ala memberkati kita sekarang ini, kita sekarang sudah ada persetujuan.

…Panitia kecil menyetujui sebulat-bulatnya rancangan preambul yang disusun oleh anggota-anggota yang terhormat: Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Sobardjo, Maramis, Muzakkir, Wahid Hasjim, Soekarno, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Haji Agus Salim itu adanya. Marilah saya bacakan usul rancangan pembukaan itu kepada tuan-tuan, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Piagam Jakarta

Mukaddimah itu ditandatangani oleh sembilan anggota pada 22 Juni 1945 di Jakarta. Lantas oleh Moh. Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta.

Di dalam rancangan pembukaan itu, pada alinea keempat terdapat rumusan lima dasar Negara. Formulasinya hampir sama dengan Pembukaan UUD. Perbedaannya terletak pada sila yang pertama, di mana rumusan Panitia Sembilan dalam rancangan Pembukaan berbunyi: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.