Pada realisasi sementara APBN 2020, KP tercatat bernilai negatif atau defisit sebesar Rp642 triliun. Sejauh ini merupakan rekor tertinggi. Beriringan dengan rekor dalam hal defisit, yang mencapai Rp1.039 triliun.
Kondisi KP yang negatif diproyeksikan oleh Pemerintah masih akan berlangsung hingga tahun 2025. Hal itu terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2022. KEM-PPKF merupakan “dokumen pendahuluan” dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). KEM-PPKF disampaikan kepada DPR pada tanggal 20 Mei lalu dan akan dibahas oleh DPR selama satu bulan.
Pada halaman 107 dokumen KEM-PPKF 2022 terdapat tabel Postur Makro Fiskal Jangka Menengah 2021-2025. Antara lain disajikan proyeksi Pendapatan, Belanja, Defisit dan Keseimbangan Primer, dan rasio utang. Besarannya ditampilkan dalam nilai persentase atas PDB nominal. Proyeksi PDB nominal sendiri dicantumkan berupa nilai dengan satuan triliun rupiah.
Data tahun 2021 merupakan APBN 2021 yang telah ditetapkan sebagai undang-undang, dan sedang dilaksanakan. Data tahun 2022-2025 merupakan proyeksi atau prakiraan Pemerintah. Prakiraan ini sebenarnya merupakan penjelasan, sekaligus meminta persetujuan dari DPR untuk menjadi dasar penyusunan RAPBN 2022.
Data tahun 2022-2025 disajikan berupa rentang (range), batas bawah dan batas atas. Misalnya tentang defisit pada tahun 2022 tercatat batas bawah sebesar 4,51% dan batas atas sebesar 4,85% dari PDB. Sedangkan PDB nominal sendiri berupa batas bawah sebesar Rp17.913 triliun, dan batas atas sebesar Rp18.153 triliun.
Untuk keperluan analisis, dapat diambil titik tengah dari masing-masing target atau proyeksi tahun 2022-2025. Contoh tahun 2022 tadi berarti defisit sebesar 4,68%, dan PDB nominal sebesar Rp18.033 triliun. Meski nominal defisit tidak dicantumkan pada tabel maupun narasi dokumen, dapat dihitung berdasar informasi ini. Kisaran dalam target adalah sebesar Rp808 triliun hingga Rp880 triliun. Titik tengahnya sebesar Rp844 triliun.
Dengan cara serupa, bisa dicermati titik tengah dari proyeksi nilai Keseimbangan Primer. Nilainya masih negatif atau defisit sampai dengan tahun 2025. Yaitu sebesar: Rp447,22 triliun (2022), Rp104,06 triliun (2023), Rp102,25 triliun (2024), dan Rp92,59 triliun (2025).
Dari uraian di atas, APBN memang sudah lama “gali lubang tutup lubang” dalam soalan utang. Sejak realisasi APBN alami defisit, yang berarti pendapatan lebih kecil dari belanja. Untuk belanja tidak mencukupi, bagaimana mungkin pendapatan dipakai melunasi atau membayar cicilan utang pokok yang jatuh tempo. Hanya bisa dilakukan dengan berutang lagi.